
Terkait Kasus Dugaan Pengkondisian Seragam Sekolah
Banyuwangi, Obor Rakyat – Isu kembali menyeruak di permukaan bumi setelah adanya dugaan pengkondisian seragam sekolah di kabupaten Banyuwangi.
Merasa namanya dicatut di salah media online, ketua LSM Suara Bangsa, Suyoto Mahmud Sholeh angkat bicara.
Menurutnya, apa yang ditulis di media online itu terkesan aneh, karena sudah jelas bahwa saya tidak punya toko atau usaha kain, kok diberitakan terlihat pengkondisian seragam. Harusnya yang di konfirmasi itu koperasi sekolah.
Justru yang pertama kali mengkritisi adanya pengkondisian seragam sekolah oleh oknum Dinas Pendidikan (Disdik) dengan pengusaha kain di luar Banyuwangi.
“Maksud saya mengkritisi kebijakan Disdik agar perputaran ekonomi itu tetap di Banyuwangi. Mengingat pengusaha kain cukup banyak kenapa harus ambil dari luar,” ungkapnya.
Lagi pula seragam itu sifatnya tidak wajib, misalnya wali murid belum punya uang bisa kasbon dulu di koperasi sekolah daripada hutang pinjaman online maupun bank plecit.
Sampai saat ini masih ada Kepala Sekolah (Kepsek) yang belanja di pengusaha Surabaya atas arahan dari oknum Disdik Banyuwangi.
“Kepsek di takut-takuti jika tidak belanja di pengusaha tersebut maka akan di mutasi,” kata Suyoto sapaan akrabnya.
Selain itu, lanjut dia, ada iming-iming bonus yang di dapatkan sebesar 17 persen dengan rincian 10 persen untuk koperasi sekolah.
“1 persen untuk pemotong, 6 persen untuk titik-titik,” urainya.
Jika kemarin ada yang mengaku sebagai pemerhati pendidikan di Banyuwangi yang menyebut nama saya turut melakukan pengkondisian seragam sekolah, saya rasa kurang pas dan jauh sebelum itu.
“Saya sudah lakukan penolakan, silahkan di buka kembali rilis berita terkait penolakan dari LSM Suara Bangsa dengan adanya dugaan pengkondisian seragam sekolah,” tandasnya.
Berikut rilis berita yang pernah di muat oleh salah satu media online beberapa bulan lalu dengan judul ‘ Di Duga Oknum Dinas Pendidikan Provinsi Terlibat Pengkondisian Seragam’.
Kedisiplinan, kesetaraan serta upaya memupuk rasa nasionalisme merupakan salah satu faktor dukungan terhadap penggunaan seragam di dunia pendidikan. Aturan penggunaan seragam bagi instansi pendidikan telah tertuang dalam peraturan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan nomor 45 tahun 2014.
Namun, apa jadinya jika penerapan keseragaman menjadi pengikat kewajiban yang harus di penuhi demi satu kepentingan saja. Seperti halnya isu yang santer menyeruak di belakangan hari ini terkait pengkondisian seragam yang di duga melibatkan Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur.
Perihal patut di duga pengkondisian seragam sekolah atas rekomendasi dari provinsi Jawa Timur ini di dasari oleh temuan LSM Suara Bangsa.
LSM Suara Bangsa yang menghimbau kepada kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa timur untuk mempertegas kepada seluruh bawahannya agar tidak melakukan penekanan pengambilan seragam sekolah di wilayah Surabaya atas rekomendasi dari provinsi Jawa timur dengan dalih apapun sehingga harus mentaati PP No 75 Tahun 2016,PP No 75 Tahun 2010 serta PERGUB No 8 Tahun 2023.
Sontak saja temuan ini mendapat respon dari berbagai lapisan masyarakat dan kalangan aktivis. Mereka berkumpul di kantor sekretariat LSM Suara Bangsa yang beralamat di Jln.Jaya Kusuma Muncar, Banyuwangi, dengan membuat surat pernyataan bersama serta sikap penolakan terhadap pengkondisian seragam sekolah di SMAN dan SMKN y wilayah Kabupaten Banyuwangi yang dapat berakibat mempengaruhi kemandirian sekolah dalam menentukan pilihan,(20/03/2023) lalu.

Di kediamannya, Ketua LSM Suara Bangsa, Suyoto Mahmud Sholeh, mengatakan, bahwa yang jelas setiap tahun pasti ada polemik terkait dengan seragam.

Memang seragam itu ketentuan yang tidak wajib, tapi anehnya di dalam pembelajaran tahun ini oknum Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur mengundang hadirkan dari MKKS atau perwakilan dari SMA maupun SMK yang dari Banyuwangi untuk datang ke Surabaya.
“Ada 5 orang bersama 37 kabupaten lainnya yang mengatakan harus mengambil seragam dari Surabaya milik pengusaha yang dekat dengan oknum dari Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur, dan di situ sudah ada kata-kata kalau sampai tidak ngambil seragam yang di sana maka akan ada kasus-kasus yang pernah di laporkan ke Polda akan di tindak lanjuti kembali,” dikutip dari laman web hosting salah satu media online.
Toh kalau mengambil dari sana maka kasus tersebut akan di tutup oleh pengusaha tersebut. Jika seperti itu artinya ada ultimatum ancaman yang membuat beberapa kepala sekolah takut.
Sementara untuk pihak komite, seragam itu kan hak wali murid yang terpenting harganya tidak melebihi dari harga pasaran. Kemudian pengusahanya harus di wilayah Kabupaten sendiri supaya putaran ekonomi tetap di wilayah kabupaten masing-masing. Maka dari LSM Suara Bangsa mengkritisi itu.
Sementara informasinya besok pengusahanya sudah datang ke Banyuwangi dan kepala sekolah yang ngambil maka bonus akan langsung di berikan.harapan LSM Suara Bangsa jangan ada monopoli seperti itu,” ungkapnya.
Petikan di atas merupakan rilis berita di salah satu media online beberapa bulan lalu.(far/kas)