
Surabaya, Obor Rakyat – Eks Kajari Bondowoso, Puji Triasmoro terdakwa dugaan kasus suap pengurusan perkara senilai Rp 475 juta yang terkena Operasi Tangkap Tangan (OTT) okeh Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK), divonis 7 tahun penjara dan denda Rp 300 juta.
Hal ini diputuskan dalam lanjutan perkara, di Ruang Cakra Kantor Pengadilan Tipikor Surabaya, Senin (22/4/2024).
Menurut Hakim Ketua Ni Putu Sri Indayani, terdakwa Puji terbukti sah dan menerima uang pemberian dari pihak terperiksa dalam kasus korupsi yang ditangani oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Bondowoso.
“Majelis hakim persidangan menjatuhkan pidana penjara kepada Terdakwa Puji selama 7 tahun dan denda sebesar Rp300 juta, dengan ketentuan bila denda tidak dibayar maka diganti pidana kurungan penjara selama 3 bulan,” jelas Ni Putu, membacakan amar putusan sidang.
Kemudian, Ni Putu Sri Indayani juga menjatuhkan pidana tambahan untuk membayar uang pengganti atas suap yang pernah diterimanya sebanyak Rp 927 juta.
Bila mana, kurun waktu sebulan setelah putusan majelis hakim berkekuatan tetap, denda biaya pengganti tersebut tak dapat dibayar oleh terdakwa.
“Maka, harta benda terdakwa bakal dilakukan penyitaan oleh pihak Kejaksaan untuk dilakukan pelelangan guna membayar biaya pengganti tersebut,” kata Ni Putu.
Namun, manakala harta benda terdakwa tak mencukupi. Maka bakal digantikan dengan pidana pengganti.
“Penggantinya masa penahanan selama satu tahun,” tegasnya.
Menanggapi hasil vonis tersebut, Terdakwa Puji mengaku ingin pikir-pikir terlebih dahulu.
“Saya pikir-pikir dulu, Yang Mulia,” jawab Terdakwa Puji, yang baru saja kembali duduk setelah sempat beberapa menit berdiri untuk mendengarkan putusan majelis hakim
Dan respon jawaban serupa juga disampaikan oleh anggota Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK, Sandy Septi Murhanta Hidayat.
“Kami memutuskan pikir-pikir terlebih dahulu, Majelis,” ujar Sandy yang duduk seorang diri di bangku Jaksa.
Hasil vonis tersebut, lebih ringan pada beberapa aspek, dibandingkan hasil sidang tuntutan yang disampaikan oleh JPU KPK pada sidang sebelumnya, Senin (27/3/2024) lalu.
Yakni pada aspek hasil vonis pidana penjara lebih ringan setengah tahun. Pasalnya, JPU KPK menghendaki majelis hakim menjatuhkan vonis 7,6 tahun.
Kemudian, pada aspek pidana pengganti manakala hasil sitaan harta benda tidak dapat melunasi uang pengganti. Semula JPU KPK ingin ditambah pidana dua tahun, namun, keputusan majelis hakim hanya setahun.
Kendati demikian, menurut Penasehat Hukum (PH) Puji, Moh. Taufik, hasil vonis yang disampaikan majelis hakim masih tetap dianggap oleh pihak kliennya, terlalu berat.
Apalagi, ternyata majelis hakim masih menganggap kliennya menerima uang sebanyak hampir semiliar rupiah, atau sekitar Rp925 juta. Padahal selama bergulirnya fakta persidangan, kliennya cuma menerima Rp425 juta.
Oleh karena itu, Moh. Taufik menganggap, majelis hakim hanya mereplikasi apa yang telah diatur oleh JPU KPK dalam sidang tuntutan beberapa pekan lalu. Dan tidak melihat secara detail sejumlah fakta baru ditengah persidangan.
“Jadi, ini semua tidak sesuai fakta persidangan. Dan hakim tidak berkeadilan progresif. Tapi berkeadilan positif. Dan putusan ini jauh dari rasa keadilan,” tutur Moh. Taufik saat ditemui di luar ruang sidang.
Diberitakan sebelumnya, JPU KPK Wawan Yunarwanto, dalam pembacaan amar tuntutannya pada sidang, Senin (27/3/2024) mengatakan, pihaknya menuntut majelis hakim agar menjatuhkan pidana denda Rp250 juta subsider enam bulan penjara.
Kemudian, menuntut pula Terdakwa Puji juga dikenakan pidana kewajiban pembayaran uang pengganti atas suap yang pernah diterimanya sebanyak Rp927 juta.
Bila mana, kurun waktu sebulan setelah putusan majelis hakim berkekuatan tetap, denda biaya pengganti tersebut tak dapat dibayar oleh terdakwa.
Maka, harta benda terdakwa bakal dilakukan penyitaan oleh pihak Kejaksaan untuk dilakukan pelelangan guna membayar biaya pengganti tersebut.
Namun, manakala harta benda terdakwa tak mencukupi. Maka bakal digantikan dengan pidana pengganti yakni masa penahanan selama dua tahun.
“Hal yang memberatkan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam menumpas perilaku korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN),” ujarnya saat membacakan amar tuntutan di Ruang Cakra Kantor Pengadilan Tipikor Surabaya.
“Terdakwa secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 12 huruf a UU RI jo Pasal 55 UU ayat 1 KUHP, Jo Pasal 55 KUHP, dan Pasal 12 a huruf UU Jo Pasal 64 KUHP. Sebagaimana dakwaan kesatu alternatif pertama, dan dakwaan kedua alternatif pertama,” sambungnya.
Sekadar diketahui, KPK menetapkan empat orang tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi berupa pemberian hadiah atau janji terkait pengurusan perkara di lingkungan Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Bondowoso, Jatim.
Mereka adalah Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Bondowoso Puji Triasmoro dan Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Negeri (Kasipidsus Kejari) Bondowoso Alexander Silaen
Kemudian, dua orang pihak swasta pengendali CV Wijaya Gemilang yaitu Yossy S Setiawan dan Andhika Imam Wijaya.
Setelah berkas perkara dinyatakan lengkap atau P-21. Penyidik KPK melakukan penyerahan tersangka dan barang bukti kepada Tim Jaksa KPK, pada Jumat (26/1/2024) lalu.
Sebelumnya, kasus dugaan suap pengurusan perkara di Kejari Bondowoso bermula dari operasi tangkap tangan (OTT) pada Rabu (15/11/2023).
Dalam giat operasi senyap itu tim penyidik KPK mengamankan uang sebesar Rp225 juta. Setelah proses gelar perkara, KPK menetapkan empat orang sebagai tersangka, diantaranya adalah Kajari Bondowoso Puji Triasmoro, Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus Kejari Bondowoso Alexander Kristian Diliyanto Silaen, serta dua pengendali CV Wijaya Gemilang, Yossy S Setiawan dan Andhika Imam Wijaya.
Kasus berawal ketika Kejari Bondowoso mengusut laporan dugaan tindak pidana korupsi terkait pengadaan peningkatan produksi dan nilai tambah holtikultura di Kabupaten Bondowoso yang dimenangkan dan dikerjakan perusahaan milik Yossy dan Andhika.
Alexander atas perintah Puji lalu melakukan penyelidikan terbuka atas dugaan tindak pidana korupsi dimaksud.
Selama proses penyelidikan berlangsung, Yossy dan Andhika melakukan pendekatan dan komunikasi intens dengan Alexander dan meminta agar proses penyelidikannya dapat dihentikan.
Menindaklanjuti keinginan Yossy dan Andhika tersebut, selanjutnya Alexander melaporkan pada Puji. Puji diduga menanggapi serta memerintahkan Alexander untuk dibantu.
Ketika proses permintaan keterangan untuk kepentingan penyelidikan sedang berjalan, terjadi komitmen disertai kesepakatan antara Yossy dan Andhika dengan Alexander sebagai orang kepercayaan Puji untuk menyiapkan sejumlah uang sebagai tanda jadi.
Terdakwa Puji Triasmoro dan Terdakwa Alexander, sebagai penerima suap, didakwa Pasal 12 huruf a UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP Jo. Pasal 65 Ayat (1) KUHP.
Sedangkan Terdakwa Andhika dan Terdakwa Yossy, sebagai pemberi suap, dikenakan dakwaan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 UU Tipikor Jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
KPK mensinyalir uang yang telah diserahkan kepada Alexander dan Puji sejauh ini sejumlah total Rp 475 juta. (nul)
Baca juga: Kedapatan Bawa Pil Koplo, Dua Kelompok Gengster di Surabaya Diamankan Polisi