
Ketua LSM Suara Bangsa: Mereka Bisa Berhadapan dengan Hukum
Banyuwangi, Obor Rakyat – Tindakan penagihan dengan perampasan yang dilakukan sekelompok Debt Collector, kembali terjadi di wilayah Kabupaten Banyuwangi, Provinsi Jawa Timur.
Peristiwa kejadian tersebut, di Desa Patoman, Kecamatan Blimbingsari, Kabupaten Banyuwangi terhadap mobil Daihatsu Grand Xenia, warna coklat metalik dengan Nopol ( xxxx) milik Bery Dwi Indariyanto.
Aksi perampasan oleh sekawanan Debt Collector itu disinyalir akibat tunggakan pembayaran cicilan mobil.
Peristiwa perampasan itu terjadi beberapa hari lalu saat Bery Dwi Indariyanto.hendak pulang ke rumah mertuanya di Desa Patoman. Namun tiba-tiba segerombolan Debt Collector menghentikan paksa laju mobilnya di tengah jalan.
Baca juga: Kembali Tak Ditemui Kacabdindik Provinsi, Ratusan Massa Datangi Kantor DPRD Banyuwangi
Meskipun sempat adu mulut dan meminta para Debt Collector untuk menunggu kedatangan dari pihak keluarga korban, karena pada dasarnya ibu mertuanya mau membayar cicilan untuk dua setoran dari empat angsuran yang tertunggak.
“Meskipun begitu, gerombolan Debt Collector masih tetap mengintimidasi, bahkan salah satu dari mereka ada yang mengaku sebagai Polisi,” tutur Bary sapaan lekatnya, Jumat (19/7/2024).
Karena, lanjut Bery, merasa takut dan di bawa tekanan, dengan terpaksa saya menandatangani surat yang di sodorkan para Debt Collector tersebut.
Setelah itu, saya di suruh turun dari mobil dan terpaksa jalan kaki menuju rumah mertua.
“Pikiran saya sedang kalut karena pada saat itu istri baru saja melahirkan lewat operasi dan kendaraan itu langsung di bawa pergi Debt Collector itu,” keluhnya.
Sementara, menurut Bagus dan Agus selaku kuasa hukum dari pihak Bery mengatakan, kasus ini merupakan temuan dari ketua LSM Suara Bangsa. Maka kami akan Rembug dulu dengan keluarga Bery terkait langkah lanjutan.
“Apakah kita layangkan gugatan pembatalan penandatanganan atau dengan opsi lain yang mungkin baik,” ungkap Bagus.
Di tempat terpisah, Suparmi (mertua Bery-red) membenarkan kejadian tersebut.
“Kejadian itu terjadi pada hari Sabtu lalu, saat menerima telepon dari menantu si Bery sekitar jam 11 siang, jikalau mobilnya mau di tarik Debt Collector. Lalu saya langsung menemui segerombolan Deb Colector mau titip dua angsuran, tapi mereka tidak bisa, katanya harus bayar di kantor ACC di Jember,” katanya.
Saya sudah mohon agar mobilnya jangan di bawa karena akan di gunakan untuk menjemput anak saya yang habis operasi melahirkan.
Tapi pihak Debt Collector malah bilang kalau mobil tidak mau di bawa, mereka akan lapor polisi dengan tuduhan penggelapan.
“Kemudian saya menjawab penggelapan bagaimana pak. Mobil itu kan masih di tangan dan atas nama menantu saya.
Kami pun masih sanggup bayar setoran, kok bisa jadi penggelapan?,” tanyanya.
Lalu si Debt Collector itu menjawab, bahwa menantu saya bisa kena kasus penipuan karena pindah alamat.
Saya heran, padahal KTP menantu saya kan tetap Banyuwangi, meskipun belinya di Surabaya waktu dia kerja di sana.
“Debt Collector itu juga mengaku dari kepolisian. Singkat cerita tahu-tahu menantu saya muncul dengan jalan kaki karena mobil sudah di bawa pergi”. ratapnya.
Bery pun mengaku sudah datang ke ACC Jember, karena penjelasan dari para Debt Collector kendaraannya bisa di urus pada hari senin.
Namun sesampainya di kantor ACC Jember, Bery tidak boleh masuk oleh pegawai setempat, dengan alasan harus mendapatkan izin dari kantor yang ada di Surabaya.
Berdasarkan keterangan dari ketua LSM Suara Bangsa di Banyuwangi, Suyoto Mahmud Sholeh, bahwa konteks pengaturan terkait etika penagihan Debt Collector, salah satunya adalah di larang menggunakan ancaman dan tindakan yang bersifat mempermalukan yang di tagih serta tidak boleh melakukan tekanan secara fisik maupun verbal.
Merujuk dengan kasus yang di alami Bery ini, maka patut diduga oknum Debt Collector tersebut telah menyelewengkan tugasnya.
“Jika keterangan Bery ini benar, bahwa ada oknum Debt Collector yang menakut-nakutinya dengan mengaku sebagai Polisi dan menekan secara paksa untuk menandatangani surat penarikan mobil terlebih di lakukan di tengah jalan, maka mereka bisa berhadapan dengan hukum,” pungkasnya. (kas)
Baca juga: Tak Dijelaskan dari Awal, Nasabah Bank Kecewa Top Up Masuk 17 Kali Cicilan Hilang