Daerah  

Kemenangan Terang Berubah Buram

Bondowoso, Obor Rakyat - Secara kultur, kekuatan terbesar di Bondowoso untuk urusan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) berpusat kepada dua elemen besar, yakni kultur Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Ilustrasi.

Sebuah Analisa dalam Kontestasi Pilkada Bondowoso 2024

Bondowoso, Obor Rakyat – Secara kultur, kekuatan terbesar di Bondowoso untuk urusan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) berpusat kepada dua elemen besar, yakni kultur Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

Tanpa mengecilkan dan tanpa mengurangi rasa hormat kepada kekuatan elemen yang lain. Setidaknya, hipotesis ini dibenarkan oleh fakta politik akhir-akhir ini.

Jika dua elemen itu berkoalisi, maka secara kalkulasi politik tak ada lagi yang bisa menandingi. Selesai sudah Pilkada Bondowoso.

Dengan rekonsiliasi dua partai tersebut, berarti terekonsiliasi pula pesantren-pesantren di sekitar Bondowoso dan di dalam Kabupaten Bondowoso. Terekonsiliasi pula dua kultur masyarakat Bondowoso.

Baca juga: Di Paksa Tamu Mendukung Rahmad, KH Salwa Arifin: Agar Tak Kecewa

Awal-awal dimunculkan ide rekonsiliasi antara PKB dan PPP, entah siapa pertama kali pencetusnya di internal partai berlambang Ka’bah ini muncul dua pandangan “setuju rekonsiliasi dan tidak setuju”. Muncul kelompok yang tak setuju rekonsiliasi, karena komposisi yang ditawarkan oleh ide rekonsiliasi itu adalah “PKB P 1 sedangkan PPP di P 2 nya”.

Maka sangat wajar ada beberapa pengurus PPP tidak setuju dengan ide rekonsiliasi ini, dengan hujjah, PPP adalah “petahana” pada periode sebelumnya, masak iya kemudian hanya diberi porsi P 2?!.

Di sisi yang lain, PKB tetap mempertahankan komposisi itu, sebab dalam perolehan kursi di DPRD Kabupaten Bondowoso, PKB jauh lebih banyak dari pada PPP. Dengan perolehan PKB 16 kursi, sementara PPP 7 kursi. Sehingga komposisi tersebut dianggap sudah selayaknya.

Pada perkembangan berikutnya, PPP “mengalah” dengan menyetujui ide rekonsiliasi itu. PPP menawarkan tokoh sekaligus kader yang dianggap memiliki kapabilitas, kredibilatas, dan memiliki basis massa. Sehingga dalam kalkulasi para kader PPP dan para pengamat politik, jika tawaran itu diterima maka selesailah kontestasi Pilkada Bondowoso. Bahkan, menurut hipotesa banyak pengamat, jika komposisi itu terealisasi tampaknya tidak akan ada rival yang berani bertanding melawannya. Ditambah lagi, Golongan Karya (Golkar) sebagai second power kultur di Bondowoso siap melebur dalam rekonsiliasi itu.

Baca Juga :  SMPN 3 Bondowoso Kenalkan Sejarah Lokal Lewat MPLS di Makam Ki Ronggo

Sayang tawaran itu tak terealisasi. Hanya Allah dan punggawa-punggawa politisi PKB dan PPP yang tahu mengapa rekonsiliasi itu gagal terjadi.

Para pengamat ada yang menduga, rekonsiliasi itu gagal karena calon yang diajukan PPP dianggap akan menjadi batu sandungan di masa yang akan datang untuk PKB dan para elitnya. PKB lebih memilih calon wakil Bupati yang sekarang sudah bersanding ini karena dianggap “aman” bagi PKB dan para punggawanya, karena karakter calon yang diterima, bukan “pendobrak” juga bukan kader yang aktif dalam kepengurusan PPP.

Ada satu lagi, karena ada kedekatan genetis antara calon yang diterima dengan ketua PKB Bondowoso yang dengan faktor ini tidak mungkin calon ini menjadi “ancaman” bagi PKB. Sehingga faktor-faktor inilah yang dianggap menjadi sebab mengapa tokoh yang diajukan PPP ditolak.

Namun, ini hanya interpretasi beberapa pengamat politik di Bondowoso yang bisa saja salah. Ada yang menduga faktor lain penyebab gagalnya rekonsiliasi.

Menurut analisa sebagian pengamat, inilah yang menjadi sebab, banyak sebenarnya para pencinta Al Mukarram KH. Abd. Hamid Wahid (calon Bupati yang diusung PKB) akhirnya dengan berat hati tidak mendukung beliau. Karena dianggap, kemenangan beliau tidak diprioritaskan. Yang diprioritaskan hanya “kepentingan” partai pengusung. Beliau hanya dijadikan “tumbal”. Menang Alhamdulillah, kalah tak mengapa yang penting “aman”. Ini hanya analisa sebagian pengamat politik yang bisa jadi salah.

Baca Juga :  Secara Virtual, Pj Bupati Bondowoso Rakor Pengendalian Inflasi Daerah Bersama Kemendagri

Sudah barang tentu, PPP dengan komposisi yang seperti itu tidak akan setuju. Sebab, sudah pasti sangat tidak menguntungkan bagi PPP. Maka, inilah kemungkinan yang menjadi faktor utama mengapa kader PPP yang awalnya setuju terhadap “ide suci” bernama rekonsiliasi berubah halauan, kibar bendera untuk berkontestasi. Akhirnya, PPP mengusung pasangan Bambang Soekwanto dan Gus Baqir yang kemudian diakronimkan menjadi, “BAGUS”.

Maka dengan kenyataan ini, peta kekuatan politik di Bondowoso menjadi berubah, yang awalnya, jika rekonsiliasi yang ditawarkan diterima maka kemenangan bagi Al Mukarram KH. Abd. Hamid Wahid nyata di depan mata, berubah menjadi sesuatu yang tak nyata.

Hari ini, semua pengamat politik memprediksi, RAHMAD dan BAGUS kekuatannya seimbang. Kemenangan yang terang itu telah berubah menjadi buram. (*)

Penulis: Pengamat Politik Bondowoso.

Baca juga: Fraksi PPP Harga Mati, Memenangkan BAGUS Dalam Pilkada Bondowoso

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *