
Probolinggo, Obor Rakyat – Proyek jalan Tol Probowangi yang di kerjakan oleh PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk atau PT PP diduga telah menyalahi aturan dan melakukan pengrusakan hutan diluar peruntukannya.
Mengapa demikian, petak 17 dalam kawasan perhutani RPH Kabuaran BKPH Kabuaran KPH Probolinggo, Desa Binor Kecamatan Paiton, adalah kawasan hutan produksi tanaman kayu khas kesambi, ada ratusan pohon ditebang dalam kawasan hutan disinyalir tanpa izin.
Tak hanya pohon kayu yang di tumbangnya, pengrusakan hutan negara itu juga di kuasai paksa dengan merusak bentang alam secara ilegal.
Padahal, kawasan tersebut tidak termasuk bagian dari penggunaan proyek nasional jalan Tol Probowangi.
Baca juga: Mendes PDT Terima Audensi Apdesi-Papdesi, Bahas 20% Dana Ketahanan Pangan Dikawal BUMDes
Asisten perusahaan (Asper) BKPH Kabuaran, adalah pejabat perhutani yang berwenang untuk menjaga dan mengelola kawasan hutan negara di wilayahnya, saat mengetahui kalau di petak 17 ada penguasaan paksa kawasan hutan dengan cara merusak bantang alam dan menebang kayu di kawasan hutan dengan alat berat (excavator), pihaknya melakukan pencegahan dan meminta kepada pihak PP menunjukkan surat izin penggunaannya.
Namun pihak PT PP mengabaikan permintaan tersebut. Justru terkesan cuek tidak menghiraukan Asper BKPH Kabuaran, dan terus memperluas jarahannya tanpa menghargai pejabat yang berwenang (Perhutani) yang juga sama-sama perusahaan di bawah BUMN.
“Saya sebagai petugas Perhutani yang di beri kewenangan untuk menjaga kawasan hutan negara di wilayah BKPH Kabuaran merasa tidak dihargai oleh pihak perusahaan tersebut,” ujar Mahludin, Selasa (11/2/2025).
Setelah saya, lanjut dia, meminta surat izinnya, penggunaan kawasan lahan itu malah hanya menyampaikan kalau dirinya menggunakan kawasan tersebut dari hasil pertemuan bersama pejabat perhutani di kantor KPH Probolinggo.
“Pihak PT PP itu tetap berdalih sesuai hasil pertemuan dengan pihak ADM KPH Probolinggo di kantor Perhutani,” kata dia
Tak ingin dirinya sebagai Asper BKPH Kabuaran di salahkan oleh pihak perusahaan (Perhutani), dia bersama Mantri KRPH Kabuaran, melakukan laporan huruf A, ada ratusan pohon jenis kayu khas Kesambi yang ditebang dan kayu rimba lainnya, serta rusaknya bentang alam akibat pembukaan lahan secara paksa dilakukan oleh pihak PT PP tanpa surat izin.
“Saya bersama KRPH Kabuaran, melakukan penghitungan kayu yang di tebang dan pengrusakan hutan oleh pihak perusahaan tersebut di lokasi Petak 17,” katanya sambil mengimbuhkan, sudah laporkan hasil leter kami ke E-Office Perhutani dan salinan laporan huruf A (LA) ke KPH Probolinggo, karena pihak PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk setelah kami meminta surat Izin selalu mengatakan sudah sesuai hasil pertemuan di Kantor KPH Probolinggo bersama pimpinan kami
Adanya kejadian tersebut, Gerakan Independen Peduli Sumberdaya Alam Indonesia (GIPSI) yang aktif menyoroti kebijakan para pejabat pemberi kewenangan kebijakan dan pengelolaan hutan serta lingkungan hidup di Jawa timur menilai, tindakan pihak PT PP yang tidak menghargai petugas perhutani selaku penanggung jawab atas kawasan hutan, tindakan seperti itu adalah cara Bar-Bar dan tak ber etika.
Edi Siroto yang mewakili GIPSI, menyesalkan sikap pihak PT PP dengan cara main serobot kawasan hutan yang bukan di peruntukannya.
Menurutnya, ada peraturan tersendiri dan ada undang – undang yang menegaskan untuk memakai dan mengelola kawasan hutan negara, apalagi sampai terjadi pengrusakan dan menguasai hutan tanpa izin.
“Saya kira para pejabat di bawah BUMN seperti PT PP mereka sudah lebih paham dan lebih mengerti tentang Aturan dan Peraturan serta Undang-undang di Negara ini, tentang penggunaan kawasan hutan negara, apalagi ini menyangkut kehutanan dan lingkungan hidup. Tapi malah justru mereka tidak menunjukkan etika baik dengan cara yang benar, tindakan mereka sudah seperti perompak aset negara dengan paksa, kalau memang benar tindakan ini adalah ilegal tanpa izin, berarti ada perbuatan pidana yang dilakukan, dan itu masuk dalam kejahatan korporasi. kami GIPSI pastikan persoalan ini akan kita kawal pelaporan kasusnya ini hingga ke proses hukum lebih lanjut,” tegas Edi sapaan lekatnya.
Adapun segala konsekuensi, lanjut Edi, yang wajib dipenuhi oleh pihak pengguna kawasan hutan telah diatur dalam UU Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup; PP Nomor 23 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Kehutanan; dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Nomor 7 Tahun 2021 Tentang Perencanaan Kehutanan, Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan, dan Perubahan Fungsi Hutan Serta Penggunaan Kawasan Hutan, kalau memang PT PP membutuhkan kawasan hutan untuk kepentingan proyek nasionalnya, dari awal semua itu sudah masuk dalam perencanaan dan melengkapi perizinannya.
“Dan kami sebagai organisasi yang mengkhususkan diri bergerak di bidang Lingkungan Hidup dan Kehutanan, sesuai dengan ketentuan Pasal 92 ayat (1) ayat (2) dan ayat (3) Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Hidup, berhak untuk mengajukan dan atau bertindak secara hukum (Hak Gugat) untuk kepentingan pelestarian Lingkungan Hidup,” tandasnya.
Sekadar diketahui, PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk atau PT PP merupakan sebuah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang konstruksi, realti, dan properti.
Perusahaan ini juga disebut-sebut perusahaan plat merah tersebut, seharusnya memahami tentang peraturan dan perundang undangan yang telah di tetapkan oleh pemerintah dan negara, justru kebijakannya menuai masalah dan konflik untuk memenuhi ambisinya walau harus menabrak Peraturan dan Perundang-undangan. (*/tim)