
Bangkalan, Obor Rakyat – Kejaksaan Negeri (Kejari) Bangkalan resmi menahan mantan Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Sumber Daya Bangkalan tahun 2019, Joko Supriyono, pada Selasa (10/6/2025).
Penahanan dilakukan setelah Joko ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi penyertaan modal sebesar Rp1,35 miliar kepada UD Mabruq.
Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejari Bangkalan, Muhammad Fakhri, mengungkapkan bahwa penetapan tersangka dilakukan sejak 28 Mei 2025, menyusul serangkaian penyelidikan dan pemeriksaan intensif.
“Penetapan tersangka dilakukan karena tersangka diduga kuat menyetujui penyertaan modal tanpa prosedur yang benar kepada UD Mabruq, yang saat itu dipimpin Djunaedi,” jelas Fakhri kepada awak media.
Pada 2019, Joko Supriyono selaku Plt Direktur BUMD Sumber Daya menyetujui penyertaan modal senilai total Rp1,35 miliar kepada UD Mabruq, yang disebut-sebut untuk kepentingan usaha beras. Namun, penyidik menemukan bahwa dana tersebut tidak digunakan sesuai peruntukan dan tidak melalui prosedur hukum yang sah.
“Dana sebesar Rp1 miliar disalurkan secara bertahap, kemudian ditambah lagi Rp350 juta. Penerimanya adalah Djunaedi selaku Direktur UD Mabruq,” ujar Fakhri.
Atas perbuatannya, Joko dijerat Pasal 2 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) dengan ancaman hukuman minimal empat tahun dan maksimal 20 tahun penjara. Subsider, ia juga dijerat Pasal 3 UU Tipikor dengan ancaman hukuman satu hingga 20 tahun penjara.
“Kami masih mendalami kemungkinan keterlibatan pihak lain dalam kasus ini. Tidak menutup kemungkinan ada penetapan tersangka baru berdasarkan keterangan saksi,” tegas Fakhri.
Sementara itu, kuasa hukum Joko, Risang Bima Wijaya, membantah tuduhan korupsi yang ditujukan kepada kliennya.
Menurut Risang, Joko hanya menjalankan rekomendasi dari dewan pengawas BUMD Sumber Daya dan disposisi Bupati Bangkalan terkait kerja sama dengan UD Mabruq.
“Klien kami tidak pernah menerima aliran dana atau keuntungan pribadi. Semua keputusan dilakukan sesuai dengan prosedur dan berdasarkan rekomendasi resmi,” jelas Risang.
Ia juga menambahkan bahwa kerja sama dengan UD Mabruq saat Joko menjabat sempat berjalan baik dan menghasilkan keuntungan yang dikembalikan ke BUMD. Permasalahan baru muncul setelah Joko tidak lagi menjabat.
“Joko hanya menjabat dari Januari sampai Maret 2019. Ketika direktur baru, Moh. Kamil, menjabat mulai April 2019, baru kerja sama itu mulai tidak sehat,” tegasnya.
Risang juga menyayangkan jika kliennya dijadikan tersangka hanya karena alasan tidak memperhitungkan manajemen risiko.
“Konsep manajemen risiko belum dikenal secara umum pada 2019. Jadi jika itu dijadikan dasar, sangat tidak adil,” tutupnya. (*)