
Tuntut Ganti Rugi Rp12 Miliar atas Dugaan Penangkapan Ilegal dan Pelanggaran HAM
Surabaya, Obor Rakyat – Dua warga asal Pamekasan, Madura, Dedi Efendi dan Ach. Zainuri, resmi melayangkan gugatan perbuatan melawan hukum ke Pengadilan Negeri (PN) Surabaya pada Jumat, 2 Mei 2025. Gugatan ini ditujukan kepada sembilan pihak tergugat, mulai dari Kapolsek Genteng, Kapolda Riau, beberapa oknum anggota kepolisian, hingga manajemen Hotel Surabaya Suites, atas dugaan keterlibatan dalam aksi penangkapan dan penyekapan ilegal yang dinilai melanggar hak asasi manusia (HAM).
Kuasa hukum penggugat, Bung Taufik dari Firma Hukum Forum Aspirasi dan Advokasi Masyarakat, menegaskan bahwa kliennya menjadi korban tindakan represif tanpa dasar hukum yang sah. Penangkapan dilakukan tanpa surat perintah resmi, tanpa didampingi penasihat hukum, bahkan disertai tindak kekerasan fisik.
“Salah satu klien kami bahkan diborgol tangan dan kaki, lalu dikurung dalam lemari hotel. Ini pelanggaran serius terhadap hukum acara pidana dan hak asasi manusia,” ungkap Bung Taufik, Selasa (17/6/2025).
Dalam dokumen gugatan setebal lebih dari 10 halaman tersebut, para penggugat menuntut ganti rugi sebesar Rp12 miliar atas kerugian materiil dan imateriil yang mereka alami. Selain itu, mereka meminta majelis hakim menyatakan bahwa telah terjadi pelanggaran hukum oleh pihak-pihak tergugat.
Sidang mediasi atas perkara ini dijadwalkan berlangsung pada 24 Juni 2025 mendatang. Bung Taufik bahkan secara terbuka menantang Kapolda Riau agar hadir langsung di persidangan.
“Kami tantang Kapolda Riau untuk datang. Kalau memang tidak bersalah, hadiri mediasi dan hadapi langsung klien kami. Ini adalah ujian transparansi dan tanggung jawab institusi,” tegasnya.
Kasus ini mendapat sorotan luas dari masyarakat sipil. Ketua Umum Komunitas Jurnalis Jawa Timur (KJJT), Slamet Maulana alias Ade, turut hadir di PN Surabaya sebagai bentuk solidaritas dan dukungan terhadap proses hukum yang transparan.
“Kehadiran kami adalah bentuk komitmen untuk memastikan proses hukum berjalan secara adil dan menghormati hak-hak sipil. Ini tanggung jawab moral kami sebagai jurnalis,” ujar Ade.
Sidang perdana perkara ini akan digelar dalam waktu dekat. Banyak pihak memprediksi kasus ini akan menjadi perhatian publik, serta menjadi tolak ukur komitmen institusi penegak hukum dalam menjunjung keadilan dan HAM di Indonesia. (*)