Daerah  

Nasihat dan Semangat ala KHR Achmad Fawaid As’ad: “Obat Penyegar Perjuangan” yang Menyejukkan Jiwa

Bondowoso, Obor Rakyat - Dalam arus kehidupan yang semakin cepat dan bising, dawuh (wejangan) penuh makna dari KHR. Achmad Fawaid As’ad hadir bak embun penyejuk jiwa. Lewat ungkapan sederhana namun penuh kedalaman makna, beliau mengajak umat untuk saling menasihati dan menguatkan dalam perjuangan menuju kebenaran dan ketakwaan.
KHR. Achmad Fawaid As’ad (Fot Ist).

Bondowoso, Obor Rakyat – Dalam arus kehidupan yang semakin cepat dan bising, dawuh (wejangan) penuh makna dari KHR. Achmad Fawaid As’ad hadir bak embun penyejuk jiwa. Lewat ungkapan sederhana namun penuh kedalaman makna, beliau mengajak umat untuk saling menasihati dan menguatkan dalam perjuangan menuju kebenaran dan ketakwaan.

“Tegurlah kami bila melakukan kesalahan, ikutilah kami bila mengajak ke jalan kebenaran dan takwa,” demikian dawuh beliau yang dikutip penulis Syamsul Ahmad Hasan dalam refleksi berjudul Nasihat dan Semangat Sebagai “Obat Penyegar Perjuangan.”

Dawuh ini bukan sekadar rangkaian kata, melainkan pancaran kerendahan hati dan semangat persaudaraan. Di tengah kecenderungan sebagian tokoh publik untuk anti-kritik, KHR. Achmad Fawaid As’ad justru membuka ruang tegur-sapa yang tulus. Beliau menunjukkan bahwa seorang kiai pun tetap butuh nasihat demi menjaga kemurnian langkah dalam meniti jalan kebenaran.

Dari sudut pandang psikologi, sikap KHR. Achmad Fawaid As’ad mencerminkan self-awareness yang tinggi dan semangat growth mindset. Keduanya merupakan landasan penting dalam membentuk pribadi matang yang terbuka terhadap kritik dan terus bertumbuh dalam proses kehidupan.

Namun dawuh tersebut tak hanya soal kesiapan untuk ditegur. Ia juga mengandung ajakan persaudaraan: “Ikutilah kami bila mengajak ke jalan kebenaran dan takwa.” Ungkapan ini menjadi bentuk nyata wajah Islam yang menyejukkan—mengajak dengan cinta, bukan memaksa dengan kuasa.

Dalam konteks sosial, pesan ini mencerminkan bentuk dukungan emosional yang sehat, sebagaimana dikenal dalam psikologi positif. Kiai bukan menara gading yang tak tersentuh, tetapi pelita yang menyala bersama umat, menyinari langkah dalam kebersamaan.

Baca Juga :  Pastikan Pupuk Tembakau Gratis Tepat Sasaran, DPKP Bondowoso Gelar Rakor dengan 52 Desa

Lebih lanjut, dawuh ini mengibaratkan nasihat dan semangat sebagai “obat penyegar perjuangan.” Dalam kehidupan yang tak lepas dari tantangan, nasihat menjadi penyejuk batin yang menguatkan akal dan jiwa. Ini sejalan dengan konsep emotional replenishment, yakni kebutuhan manusia akan penguatan emosional yang tulus.

Pesantren, sebagaimana dicontohkan KHR. Achmad Fawaid As’ad menjadi pusat mata air nasihat dan semangat itu. Di sana, nilai-nilai diajarkan melalui keteladanan, bukan sekadar ceramah. Di sana pula, kelembutan bahasa menjadi alat menyentuh hati—bukan untuk membuat orang merasa bersalah, tetapi agar mau terus belajar dan memperbaiki diri.

Di tengah hiruk-pikuk zaman modern yang sering mengabaikan nilai-nilai luhur, dawuh KHR. Achmad Fawaid As’ad menjadi pengingat. Bahwa menegur bukanlah bentuk merendahkan, dan menerima nasihat bukanlah tanda kelemahan. Justru sebaliknya—di situlah letak kekuatan sejati: pada keberanian untuk mendengar, dan ketulusan untuk mengajak.

Dawuh ini relevan bagi siapa saja: pemimpin, santri, bahkan masyarakat luas. Sebuah refleksi bahwa perjuangan membutuhkan energi batin, dan nasihat adalah sumber penyegar yang paling hakiki. Maka, jika suatu saat langkahmu goyah, ingatlah dawuh ini: jangan gengsi untuk ditegur, dan jangan lelah untuk mengajak.

Karena sejatinya, perjalanan menuju cahaya adalah perjalanan bersama—dengan cinta, dengan ketulusan, dan dengan semangat yang terus disegarkan. (*)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *