
Jakarta, Obor Rakyat – Aktivis Muda Nahdlatul Ulama (NU) Jakarta secara resmi mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk segera memanggil mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas (Gus Yaqut) dan mantan Wakil Menteri Agama Saiful Rahmat Dasuki. Desakan ini terkait dugaan penyimpangan dalam pengalihan kuota haji reguler ke kuota haji khusus pada musim haji 2024.
Koordinator Aktivis Muda NU Jakarta, Dewa Micko, mengungkapkan bahwa pengalihan sekitar 8.400 kuota jemaah haji reguler ke haji khusus diduga kuat melanggar Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah. UU tersebut mengatur bahwa setiap perubahan kuota haji harus mendapat persetujuan dari DPR RI.
“Ini bentuk penyalahgunaan kewenangan. Kuota haji reguler tidak boleh dialihkan secara sepihak tanpa konsultasi dengan legislatif. Sayangnya, publik juga kehilangan jejak Gus Yaqut dan stafnya, seolah menghilang bak hantu,” tegas Dewa pada Minggu (22/6/2025).
Menanggapi sorotan publik, Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, mengonfirmasi bahwa dugaan kasus jual-beli kuota haji sedang dalam proses penyelidikan internal.
Ia menambahkan bahwa semua pihak yang relevan akan dipanggil dan dimintai keterangan dalam waktu dekat.
Sebelumnya, Gerakan Aktivis Mahasiswa UBK Bersatu (GAMBU) telah melaporkan kasus ini secara resmi ke KPK pada 31 Juli 2024. Laporan tersebut menambah tekanan publik kepada lembaga antirasuah agar bertindak cepat dan transparan.
Dewa Micko menekankan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan kuota haji. Ia juga meminta agar KPK tidak ragu untuk memanggil dan memeriksa para pejabat terkait, demi menjaga integritas lembaga negara dan kepercayaan umat Islam Indonesia.
“Ini bukan semata persoalan hukum administratif, tetapi menyangkut integritas moral dan tanggung jawab terhadap umat. KPK harus segera ambil tindakan,” ujarnya.
Kasus dugaan penyimpangan kuota haji ini menjadi perhatian serius masyarakat, mengingat sensitivitasnya terhadap hak ribuan jemaah haji reguler yang dirugikan. Publik kini menanti langkah konkret KPK dalam menindaklanjuti laporan dan desakan ini. (*)