
Bondowoso, Obor Rakyat – Dugaan penyimpangan dalam pengelolaan tanah kas desa (TKD) di wilayah Kecamatan Cermee, Kabupaten Bondowoso, mencuat ke publik.
Salah seorang aktivis muda yang juga berprofesi sebagai advokat, berinisial A, mengaku tengah mempersiapkan laporan resmi ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Bondowoso terkait dugaan penggelapan dana sewa TKD oleh oknum kepala desa (Kades).
A menyoroti adanya ketidaksesuaian antara nilai sewa tanah yang tercantum dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) dengan harga pasar sebenarnya. Ia menyebut bahwa harga sewa lahan semestinya berkisar antara Rp10 juta hingga Rp15 juta per hektare per tahun, namun dalam laporan APBDes hanya tercatat Rp2 juta hingga Rp3 juta per hektare.
“Ada selisih yang cukup besar dan menimbulkan tanda tanya besar. Kami menduga ada praktik penggelapan oleh oknum kepala desa,” ungkap A, kepada Obor Rakyat, Kamis (26/6/2025).
Lebih lanjut, dia mengungkapkan adanya praktik pembagian hasil sewa tanah kas desa kepada perangkat desa di salah satu desa di Kecamatan Cermee. Padahal, menurutnya, perangkat desa telah menerima penghasilan tetap (siltap) dari pemerintah daerah.
“Perangkat desa sudah digaji dari anggaran negara. Kenapa masih ikut menikmati hasil sewa tanah kas desa? Seharusnya digunakan untuk kesejahteraan rakyat,” tegasnya.
Aktivis tersebut menilai praktik semacam ini berpotensi merugikan keuangan desa sekaligus mencederai kepercayaan publik terhadap pemerintah desa. Ia mendesak aparat penegak hukum, khususnya Kejari Bondowoso, untuk segera turun tangan melakukan penyelidikan menyeluruh.
“Ini bukan hanya soal uang, tapi menyangkut integritas dan tata kelola desa. Kami ingin pemerintahan desa dijalankan secara transparan, akuntabel, dan bebas dari praktik korupsi,” tambah A.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan resmi dari pihak desa yang disebutkan dalam laporan, maupun dari Kejari Bondowoso mengenai apakah laporan tersebut telah diterima secara resmi.
Kasus ini diharapkan dapat menjadi pintu masuk untuk evaluasi menyeluruh terhadap pengelolaan aset desa, khususnya tanah kas desa, guna mencegah praktik korupsi dan meningkatkan tata kelola pemerintahan desa yang bersih dan profesional. (*)