
Situbondo, Obor Rakyat – Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jawa Timur, Lutfil Hakim, mengutuk keras tindakan kekerasan fisik dan psikis yang dialami oleh wartawan Jawa Pos Radar Situbondo (JPRS), Humaidi. Insiden tersebut terjadi saat peliputan aksi unjuk rasa di Situbondo yang melibatkan sejumlah aktivis LSM dan insan pers.
Insiden kekerasan terhadap Humaidi terjadi usai aksi demonstrasi puluhan aktivis masyarakat yang tergabung dalam berbagai organisasi LSM dan wartawan, Kamis (31/7/2025). Aksi tersebut bertujuan menuntut klarifikasi dan permintaan maaf dari Bupati Situbondo, Yusuf Wahyu Rio Prayogo atau akrab disapa Mas Rio, atas pernyataannya yang dianggap menyinggung profesi LSM dan media.
Lutfil Hakim atau yang akrab disapa Cak Item menegaskan, bahwa apapun alasannya, tindakan kekerasan terhadap wartawan tidak dapat dibenarkan. Ia meminta PWI Situbondo dan aparat penegak hukum untuk mengawal proses hukum hingga tuntas.
“Tugas wartawan dijamin oleh Undang-Undang Pers. Maka PWI Jawa Timur sangat menyesalkan kejadian ini. Silakan tempuh jalur hukum dan kawal sampai selesai,” tegas Cak Item melalui telepon selulernya, Jumat (1/8/2025).
Unjuk rasa awalnya direncanakan berlangsung di depan Kantor Pemkab Situbondo. Namun sebelum massa aksi berkumpul di Alun-Alun Kota Situbondo, Bupati Mas Rio justru datang menghampiri langsung.
Koordinator aksi, Dwi, mengatakan bahwa aksi tersebut murni bertujuan meminta Bupati menarik pernyataannya yang dinilai mencemarkan nama baik media dan LSM. Dalam konten yang viral di media sosial, Mas Rio menyebut LSM dan media hanya berujung pada kepentingan uang ketika mengawal kasus tertentu.
“Bupati mengakui pernyataan itu karena mendapat keluhan dari kepala desa dan masyarakat. Namun seharusnya tidak disampaikan secara umum apalagi menyinggung profesi,” kata salah satu peserta aksi, Aka.
Di hadapan peserta aksi, Mas Rio menyebut akan lebih berhati-hati dalam menyampaikan pernyataan dan bersedia menggunakan istilah “oknum” jika merujuk pada pihak tertentu. Namun suasana sempat memanas saat Bupati menyebut salah satu koordinator aksi sebagai penghambat investasi dan bahkan mencoba merebut ponsel milik wartawan yang sedang bertugas.
“Kamu ini yang membuat investasi tidak maju di Situbondo,” ucap Mas Rio dengan nada tinggi.
Aksi tersebut tidak menghasilkan kesepakatan tertulis akibat situasi yang kurang kondusif. Namun, Mas Rio menerima saran peserta aksi untuk mengedepankan asas praduga tak bersalah dalam setiap pernyataan publik.
Kasus ini menjadi sorotan karena mencerminkan krisis komunikasi antara kepala daerah dan elemen masyarakat sipil termasuk media. Tindakan intimidatif terhadap wartawan dan aktivis tidak hanya mencederai prinsip demokrasi, tetapi juga dapat menciptakan iklim ketakutan dalam menjalankan fungsi kontrol sosial. (*)