
Jakarta, Obor Rakyat – Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, menegaskan bahwa lahan yang tidak digunakan atau menganggur selama dua tahun berpotensi diambil alih oleh negara. Kebijakan ini ditegaskan sebagai bentuk optimalisasi pemanfaatan tanah di Indonesia yang semakin terbatas dan untuk mencegah praktik spekulasi lahan.
“Tanah itu tidak ada yang memiliki. Yang memiliki tanah itu negara. Masyarakat hanya diberikan hak atas tanah, bukan kepemilikan mutlak,” ujar Nusron Wahid dalam acara Ikatan Surveyor Indonesia di Jakarta, Rabu (6/8/2025).
Menurut Nusron, tanah yang tidak dimanfaatkan secara produktif selama 578 hari atau sekitar dua tahun dapat dikategorikan sebagai tanah terlantar, yang selanjutnya bisa ditetapkan untuk diambil kembali oleh negara sesuai ketentuan yang berlaku.
“Tapi ini tanah mbah saya, leluhur saya. Saya mau tanya, emang mbah-mbah atau leluhur bisa membuat tanah?” ucapnya, menyindir pemahaman keliru soal kepemilikan tanah secara turun-temurun.
Nusron juga mengungkapkan bahwa saat ini pemerintah tengah memantau sekitar 100 ribu hektare lahan yang terindikasi sebagai tanah terlantar. Meski demikian, proses identifikasi dan penetapan status tanah terlantar tidak serta merta, melainkan melalui tahapan panjang dan verifikasi selama dua tahun.
Langkah ini, menurutnya, sejalan dengan upaya pemerintah dalam menata kembali penggunaan tanah secara adil, merata, dan sesuai fungsi. Terlebih di tengah tantangan keterbatasan lahan serta kebutuhan akan redistribusi tanah untuk mendukung sektor pertanian, pembangunan, hingga reforma agraria.
Kementerian ATR/BPN sebelumnya juga menegaskan bahwa kebijakan ini tidak serta-merta berlaku untuk semua tanah dengan status Sertifikat Hak Milik (SHM), terutama jika tanah tersebut masih dimanfaatkan secara aktif. Namun, bila pemilik tanah tidak menggunakan atau membiarkan lahannya kosong dalam waktu lama, negara memiliki dasar hukum untuk mengambil alih. (*)