Pungli Berkedok Paguyuban dan Komite Sekolah di Jatim Viral, Wali Murid Tertekan Bayar Iuran ‘Sukarela’

Bondowoso, Obor Rakyat – Dunia pendidikan Jawa Timur (Jatim) kembali tercoreng dengan maraknya dugaan pungutan liar (pungli) di sekolah negeri yang dibungkus rapi lewat paguyuban wali murid dan komite sekolah. Fenomena ini mencuat setelah akun TikTok @infojatim.0 menayangkan video berjudul “Jawa Timur Darurat Pungli Sekolah, Paguyuban dan Komite Jadi Aktor Utama”, yang viral di media sosial.
Ilustrasi.

Bondowoso, Obor Rakyat – Dunia pendidikan Jawa Timur (Jatim) kembali tercoreng dengan maraknya dugaan pungutan liar (pungli) di sekolah negeri yang dibungkus rapi lewat paguyuban wali murid dan komite sekolah. Fenomena ini mencuat setelah akun TikTok @infojatim.0 menayangkan video berjudul “Jawa Timur Darurat Pungli Sekolah, Paguyuban dan Komite Jadi Aktor Utama”, yang viral di media sosial.

Dalam unggahan tersebut, disebutkan bahwa paguyuban yang sejatinya berfungsi sebagai wadah komunikasi dan dukungan bagi sekolah justru kerap berperan sebagai “mesin kas” untuk menarik uang dari orang tua. Berbagai laporan datang dari sejumlah daerah, mulai Surabaya, Sidoarjo, Malang, Pasuruan, Mojokerto, Bojonegoro, hingga Banyuwangi.

Iuran Sukarela dengan Nominal yang Sudah Ditentukan

Sejumlah wali murid mengaku terjebak dalam sistem sumbangan yang diklaim sukarela, namun besaran nominalnya telah ditentukan. Di tingkat SD, praktik ini sering memecah belah orang tua. Mereka yang menolak membayar kerap dicap “tidak kompak” atau “tidak peduli pendidikan anak”.

Baca Juga :  Dugaan Penipuan Asmara, Pria Asal Situbondo Laporkan Seorang PNS di Bondowoso yang Mengaku Janda

“Kalau nggak ikut bayar, langsung dibicarakan di grup WhatsApp kelas. Malu rasanya, tapi terpaksa bayar walaupun keberatan,” ungkap seorang wali murid di Sidoarjo yang enggan disebut namanya.

Komite Sekolah Jadi ‘Tameng Legal’ Pungutan

Di tingkat SMP dan SMA/SMK, komite sekolah sering digunakan sebagai “pembenaran” pungutan, dengan alasan peningkatan fasilitas, perbaikan sarana, atau program sekolah. Nilainya tidak main-main, mulai ratusan ribu hingga jutaan rupiah per tahun.

Meski beberapa orang tua sudah melapor ke Dinas Pendidikan, proses penanganannya dinilai berbelit. Banyak kasus yang akhirnya diselesaikan secara kekeluargaan, tanpa sanksi tegas bagi pihak sekolah maupun komite.

Aturan Sudah Jelas, Praktik Tetap Jalan

Padahal, Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 secara tegas melarang pungutan kepada orang tua siswa di sekolah negeri. Meski demikian, alasan klasik seperti keterbatasan dana BOS dan kebutuhan peningkatan mutu pendidikan kerap dijadikan pembenar.

Baca Juga :  Pakai Emas 180 Gram Pulang Dari Tanah Suci Mekkah, Jemaah Haji Asal Makassar Ini Akan Dipanggil Bea Cukai

Pengamat pendidikan menilai, jika pemerintah daerah, khususnya Dinas Pendidikan Jawa Timur, hanya mengeluarkan imbauan tanpa tindakan tegas, praktik pungli berkedok sumbangan ini akan terus berulang.

Pendidikan, yang seharusnya menjadi hak dasar setiap anak dan dijamin oleh negara, berpotensi menjadi ladang pungli terselubung. Selama sistem ini dibiarkan, jargon “Sekolah Gratis” hanya akan menjadi slogan manis di spanduk penerimaan siswa baru. (*)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *