Eks Relationship Manager Bank di Lumajang Divonis 6 Tahun Penjara dalam Kasus Kredit Fiktif

Lumajang, Obor Rakyat – Yoga Firmansyah (YF), terdakwa kasus dugaan korupsi kredit fiktif di salah satu bank pelat merah di Kabupaten Lumajang, dijatuhi vonis 6 tahun penjara.
Persidangan Yoga Firmansyah (YF) yang digelar di Pengadilan Tipikor Surabaya.

Lumajang, Obor Rakyat – Yoga Firmansyah (YF), terdakwa kasus dugaan korupsi kredit fiktif di salah satu bank pelat merah di Kabupaten Lumajang, dijatuhi vonis 6 tahun penjara.

Putusan tersebut dibacakan Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya pada Selasa (19/8/2025), lalu.

Selain pidana badan, YF juga dikenakan denda sebesar Rp300 juta subsidair 3 bulan kurungan, serta diwajibkan membayar uang pengganti Rp1,07 miliar. Jika dalam waktu satu bulan tidak dibayarkan, harta benda terdakwa akan disita dan dilelang oleh negara. Apabila harta tidak mencukupi, maka diganti dengan pidana penjara selama 2 tahun.

“Vonis ini telah dijatuhkan majelis hakim, dan baik terdakwa maupun penuntut umum diberikan waktu 7 hari untuk menentukan sikap, apakah akan menerima atau mengajukan banding,” ujar Kasi Intelijen Kejaksaan Negeri Lumajang, R. Yudhi Teguh Santoso, SH, dalam keterangan resmi, Jumat (22/8/2025).

Modus Kredit Fiktif Rugikan Negara Rp2 Milir

Dalam uraian persidangan, YF yang saat itu menjabat sebagai Relationship Manager (RM) di bank pelat merah Lumajang, bersama dua rekannya yakni AS dan KA, melakukan rekayasa data calon nasabah. Mereka mengondisikan keterangan nasabah agar seolah-olah memiliki usaha yang layak dibiayai kredit.

Baca Juga :  Asisten Kepala Toko di Jember Gelapkan Rp 37 Juta untuk Judi Online, Kini Terancam Penjara

Namun, setelah kredit cair, dana justru dipakai untuk kepentingan pribadi terdakwa dan rekan-rekannya. Akibat perbuatan tersebut, negara mengalami kerugian sebesar Rp2.042.216.371 berdasarkan hasil perhitungan resmi.

Kejaksaan Negeri (Kejari) Lumajang menegaskan pihaknya terus berkomitmen mengawal setiap perkara tindak pidana korupsi hingga tuntas.

“Perkara ini menjadi pembelajaran agar praktik rekayasa kredit perbankan yang merugikan keuangan negara tidak terulang kembali,” tegas Yudhi.

Kasus ini menambah daftar panjang perkara korupsi di sektor perbankan yang terungkap di Jawa Timur. Putusan majelis hakim diharapkan memberikan efek jera bagi pelaku sekaligus peringatan bagi pihak lain agar tidak menyalahgunakan kewenangan dalam mengelola dana masyarakat. (*)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *