
Banyuwangi, Obor Rakyat – Peringatan HUT ke-80 Republik Indonesia di Desa Kaligondo, Kecamatan Genteng, Banyuwangi, diwarnai duka mendalam. Seorang bocah laki-laki berinisial AR (7) meninggal dunia secara tragis setelah terlindas gandengan genset dari mobil pick up pengangkut sound system saat kegiatan jalan sehat, Minggu (24/8/2025) lalu.
Kapolsek Genteng, Kompol Edy Priswanto, membenarkan insiden memilukan tersebut.
“Korban terjatuh saat berada di dekat kendaraan. Kepala korban terlindas gandengan bermuatan genset. Korban sempat dibawa ke RS Al Huda Gambiran, namun nyawanya tidak tertolong,” ujarnya saat dikonfirmasi, Rabu (27/8/2025).
Polisi telah mengamankan sopir kendaraan pick up berinisial MF serta unit kendaraan untuk kepentingan penyelidikan lebih lanjut. Sementara itu, gelombang kecaman datang dari warga dan aktivis keselamatan jalan raya.
Masyarakat Kaligondo menolak jika peristiwa ini disebut sebagai “musibah”. Mereka menilai ada unsur kelalaian fatal dari pihak panitia dan sopir. Ketiadaan pengamanan, jalur aman, serta pengawasan terhadap kendaraan berat di tengah kerumunan dinilai sebagai blunder yang tak bisa dimaafkan.
“Jangan berlindung di balik kata musibah. Ini kelalaian yang merenggut nyawa anak kecil. Harus ada yang bertanggung jawab,” tegas salah satu warga setempat.
Secara hukum, sopir MF terancam dijerat Pasal 310 ayat (4) UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, dengan ancaman pidana penjara hingga 6 tahun. Sementara panitia penyelenggara bisa dikenakan Pasal 359 KUHP karena menyebabkan kematian akibat kelalaian, dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara.
Peristiwa ini menjadi sorotan nasional, mencerminkan lemahnya standar keselamatan pada acara masyarakat, terutama kegiatan yang melibatkan anak-anak dan kendaraan berat. Jalan sehat yang semestinya menjadi ajang kebersamaan dan keceriaan berubah menjadi tragedi memilukan.
Pakar keselamatan publik menilai, setiap kegiatan massal harus memenuhi protokol pengamanan dasar, termasuk penempatan kendaraan, jalur darurat, serta pembatasan akses peserta terhadap kendaraan operasional.
Warga dan sejumlah tokoh masyarakat mendesak proses hukum yang transparan terhadap semua pihak terkait. Mereka juga menuntut evaluasi menyeluruh terhadap tata kelola kegiatan masyarakat agar insiden serupa tak terulang.
“Hukum harus ditegakkan, bukan hanya sopir, panitia juga harus bertanggung jawab. Jangan ada lagi anak yang jadi korban akibat lalainya orang dewasa,” pungkas warga Kaligondo. (*)