Tokoh Masyarakat Tamanan Bondowoso Apresiasi Pemberitaan Dugaan Masalah MBG: Warga Keluhkan Makanan Bau hingga Overcooked

Ilustrasi Makanan Bergizi Gratis (MBG).

Bondowoso, Obor Rakyat – Pemberitaan terkait kritik terhadap program Makanan Bergizi Gratis (MBG) di salah satu lembaga PAUD di Kecamatan Tamanan, Kabupaten Bondowoso, menuai beragam tanggapan dari masyarakat. Banyak pihak, termasuk tokoh masyarakat setempat, menyampaikan apresiasi kepada media oborrakyat.co.id atas keberanian mengangkat persoalan ini ke publik.

Setelah media ini menerbitkan laporan berjudul “Kritik Pedas Guru di Bondowoso Soal Kualitas Makanan Bergizi Gratis (MBG), Relawan Bara Nusa Soroti Dugaan Penyimpangan Anggaran” pada 19 September 2025, sejumlah warga mengaku merasa lebih didengar, terutama para wali murid yang selama ini enggan bersuara langsung.

“Kami sangat berterima kasih. Semoga tulisan ini mewakili seruan banyak wali murid agar ada perbaikan ke depan,” ujar seorang tokoh masyarakat Tamanan pada Jumat malam (19/9/2025).

Keluhan Makanan MBG yang Bau dan Tidak Layak Konsumsi

Beberapa wali murid dari TK Nurul Hamdi, Tamanan, dikabarkan menyampaikan keluhan mereka melalui jalur pribadi maupun grup WhatsApp. Mereka menyoroti kualitas makanan yang didistribusikan oleh Dapur MBG Wonosuko yang dinilai jauh dari standar kelayakan.

Baca Juga :  Kritik Pedas Guru di Bondowoso Soal Kualitas Makanan Bergizi Gratis (MBG), Relawan Bara Nusa Soroti Dugaan Penyimpangan Anggaran

“Ada makanan yang overcooked, berbahan frozen, ikan yang bau, dan nasi yang terlalu basah. Bahkan di HP saya hampir tidak muat menampung aduan dari warga,” jelas tokoh masyarakat tersebut.

Menurut penuturannya, dirinya bahkan sempat mendampingi kepala sekolah TK setempat untuk menyampaikan langsung keluhan ini kepada ahli gizi dan pihak pengelola MBG Wonosuko.

Pengiriman Tak Tepat Waktu hingga Makanan Dikembalikan

Ia juga menyoroti ketidaktepatan waktu pengiriman makanan, yang berdampak pada siswa tidak menerima makanan sesuai jadwal. Salah satu kasus terjadi di sebuah SMK di mana makanan MBG datang terlalu siang.

“Hari Jumat, makanan baru diantar siang, padahal siswa sudah pulang semua. Akhirnya makanan satu pick-up dikembalikan ke dapur MBG,” jelasnya.

Standar Konsumsi MBG Dinilai Tidak Relevan

Diketahui bahwa pihak pengelola MBG menyatakan standar kelayakan makanan adalah ketika “nasi habis di piring.” Namun, menurut warga, standar ini tidak relevan dengan kebijakan yang berlaku di sekolah.

“Anak-anak diwajibkan membawa bekal kosong. Jadi nasi dari MBG dibawa pulang, bukan dimakan di sekolah. Wajar kalau tidak habis,” tegasnya.

Dirinya juga merasa keberatan karena dituding sebagai biang keributan oleh pemilik dapur MBG, hanya karena menyuarakan keresahan masyarakat.

“Saya hanya mewadahi mereka. Setiap tahun di desa kami menghadirkan perawat untuk memberikan edukasi tentang makanan sehat. Sosis itu tidak boleh karena mengandung pewarna, tapi MBG justru menggunakan bahan frozen,” tambahnya.

Harapan Ada Evaluasi dan Perbaikan

Tokoh masyarakat tersebut menegaskan bahwa niatnya bukan untuk memicu konflik, melainkan mendorong perbaikan kualitas program MBG agar manfaatnya bisa dirasakan secara optimal oleh anak-anak di Bondowoso.

“Tujuan kami bukan mau bikin ramai. Kami hanya ingin dapur MBG memperbaiki pelaksanaan program ini,” pungkasnya. (*)

 

Penulis : Latif J

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *