Dualisme Kepemimpinan PPP: Menanti Keputusan Menkumham Soal Ketum Sah Antara Mardiono atau Suparmanto

Jakarta, Obor Rakyat - Konflik internal Partai Persatuan Pembangunan (PPP) kembali mencuat ke permukaan. Dua tokoh, Muhamad Mardiono dan Agus Suparmanto, sama-sama mengklaim sebagai ketua umum terpilih.
Muhamad Mardiono dan Agus Suparmanto dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

Jakarta, Obor Rakyat – Konflik internal Partai Persatuan Pembangunan (PPP) kembali mencuat ke permukaan. Dua tokoh, Muhamad Mardiono dan Agus Suparmanto, sama-sama mengklaim sebagai ketua umum terpilih.

Kini publik menunggu keputusan Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) RI, siapa yang sah secara hukum memimpin PPP ke depan.

Situasi ini membuat masa depan PPP sebagai peserta pemilu dipertaruhkan. Sebab sesuai Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, hanya partai politik yang kepengurusannya disahkan oleh Kementerian Hukum dan HAM yang bisa menjadi peserta dalam pemilihan umum, baik legislatif maupun eksekutif.

“Siapa pun yang akan diakui oleh Menkumham, itu yang punya legalitas dan bisa mengajukan caleg maupun capres-cawapres,” ujar pengamat politik dari aktivis senior, Burhan Miftah, dalam pernyataannya, Minggu (28/9/2025).

Dua Kubu, Dua Klaim Legitimitas

Baca Juga :  Ricuh Muktamar X PPP, Penetapan Mardiono sebagai Ketum Ditolak Romahurmuziy

Kubu Agus Suparmanto mengklaim telah menggelar Muktamar Luar Biasa (MLB) yang sah dan sesuai AD/ART partai. Sementara itu, kubu Mardiono menilai muktamar tersebut inkonstitusional dan menyatakan bahwa Mardiono masih sah menjabat sebagai Ketua Umum PPP berdasarkan hasil muktamar sebelumnya yang telah disahkan oleh pemerintah.

Kondisi ini memunculkan kekhawatiran akan berlarut-larutnya konflik internal PPP, yang berpotensi merugikan partai dalam menghadapi Pemilu 2029 mendatang.

“Kalau dualisme ini tidak segera diselesaikan dan tidak ada keputusan Menkumham, PPP bisa terancam tidak bisa ikut pemilu,” tambah Burhan Miftah.

Menanti Kepastian dari Menkumham

Kementerian Hukum dan HAM hingga saat ini belum memberikan pernyataan resmi mengenai legalitas salah satu kubu. Menkumham Yasonna Laoly disebut tengah mengkaji dokumen yang diajukan oleh kedua pihak untuk menentukan keabsahan kepengurusan terbaru.

Penetapan Ketua Umum yang sah bukan hanya soal internal partai, tapi juga menyangkut hak politik warga negara yang ingin mencalonkan atau mencoblos melalui partai tersebut.

PPP sendiri merupakan partai Islam tertua yang memiliki basis kuat di beberapa wilayah, terutama di Jawa. Jika konflik ini tidak segera diselesaikan, bukan tidak mungkin suara PPP akan tergerus pada pemilu mendatang.

Apa Dampaknya Jika Tak Diakui?

Jika Menkumham tidak mengesahkan kepengurusan hasil MLB atau tetap pada pengesahan sebelumnya, maka kubu yang tidak diakui secara hukum tidak dapat mengajukan calon dalam Pemilu 2029. Artinya, caleg dan capres/cawapres yang diajukan kubu tak sah tidak akan diterima oleh KPU.

Situasi ini mengingatkan publik pada kasus serupa di beberapa partai lain, seperti Demokrat dan Partai Berkarya, di mana dualisme kepemimpinan harus diselesaikan di meja hukum dan berujung pada keputusan final Menkumham sebagai dasar legalitas. (*)

 

Penulis : Achmad
Editor : Redaksi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *