Dugaan Pungli Program PTSL di Banyuwangi, Warga Kalirejo Keluhkan Adanya Uang “Rokok dan Kopi”

Banyuwangi, Obor Rakyat – Dugaan praktik pungutan liar (pungli) dalam pelaksanaan Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) mencuat di Desa Kalirejo, Kecamatan Kabat, Kabupaten Banyuwangi. Seorang warga melaporkan ketidakberesan dalam proses pengurusan sertifikat tanah yang beralih dari jalur reguler ke program PTSL, Rabu (9/09/2025).
Sekretaris Desa Kalirejo, Maliki saat diwawancarai.

Banyuwangi, Obor Rakyat – Dugaan praktik pungutan liar (pungli) dalam pelaksanaan Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) mencuat di Desa Kalirejo, Kecamatan Kabat, Kabupaten Banyuwangi. Seorang warga melaporkan ketidakberesan dalam proses pengurusan sertifikat tanah yang beralih dari jalur reguler ke program PTSL, Rabu (9/09/2025).

Laporan tersebut disampaikan kepada Ketua Aliansi Macan Blambangan Nusantara setelah warga yang menggunakan jasa pengurusan sertifikat bernama Abdul Rofik merasa dirugikan. Pengurusan secara reguler yang memakan biaya sebesar Rp23,75 juta itu tidak membuahkan hasil, dengan alasan berkas selalu ditolak oleh kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) karena dianggap tidak lengkap.

Setelah dua tahun tanpa kejelasan, Abdul Rofik mengalihkan pengurusan ke jalur PTSL yang tengah berjalan di Desa Kalirejo. Ia kemudian menghubungi Sekretaris Desa Kalirejo, Maliki, untuk mendapatkan slot dalam kuota PTSL.

Namun, menurut penuturan Maliki, kuota PTSL di desa tersebut telah penuh. Meski demikian, ia mengaku bisa membantu jika diberikan “uang kompensasi” sebesar Rp1,5 juta sebagai uang “rokok dan kopi”.

Sekdes Kalirejo: Bukan Pungli, Tapi Kesepakatan

Baca Juga :  Penebangan Liar Kembali Terjadi di Kebun Kopi Kali Gedang Bondowoso, PTPN I Rugi Ratusan Juta Rupiah

Dalam wawancara bersama media, Sekretaris Desa Kalirejo, Maliki, membantah bahwa dana tersebut merupakan pungutan liar. Ia menyebut bahwa jumlah Rp1,5 juta tersebut merupakan kesepakatan bersama Abdul Rofik sebagai bentuk uang operasional.

“Kami hanya menerima biaya resmi Rp150 ribu per bidang sesuai ketentuan. Namun, uang Rp1,5 juta itu merupakan kesepakatan untuk operasional dua bulan. Itu pun dibayar bertahap, Rp900 ribu pertama, sisanya saat PTSL hampir selesai,” jelas Maliki, Selasa (14/10/2025), di ruang kerjanya.

Aturan Tegas: Perangkat Desa Dilarang Tarik Biaya Tambahan

Program PTSL merupakan program pemerintah untuk mempermudah masyarakat memperoleh sertifikat tanah secara gratis atau dengan biaya yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Dasar hukumnya mencakup:

  • Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria (UUPA)
  • PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah
  • Instruksi Presiden No. 2 Tahun 2018 tentang Percepatan PTSL
  • Peraturan Bupati Banyuwangi No. 6 Tahun 2022 tentang standar biaya PTSL
  • UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Sesuai aturan tersebut, perangkat desa tidak diperbolehkan menarik biaya tambahan di luar ketentuan yang berlaku. Tindakan seperti ini dapat dikategorikan sebagai pungli dan melanggar hukum.

Inspektorat dan APH Diminta Turun Tangan

Munculnya dugaan pungli ini memunculkan desakan agar aparat penegak hukum (APH) dan Inspektorat Daerah segera melakukan investigasi menyeluruh. Masyarakat berharap transparansi dan akuntabilitas dalam pelaksanaan program PTSL dijaga dengan ketat.

Aliansi Macan Blambangan Nusantara juga mendesak agar ada pengawasan lebih serius terhadap perangkat desa agar program pemerintah tidak disalahgunakan demi keuntungan pribadi.

Untuk diketahui, program PTSL seharusnya menjadi solusi bagi masyarakat untuk mendapatkan kepastian hukum atas tanah mereka dengan biaya ringan. Kasus di Desa Kalirejo menjadi peringatan penting bagi seluruh pihak bahwa integritas dan pengawasan menjadi kunci dalam menjalankan program nasional ini. (*)

Penulis : Kyasianto
Editor : Redaksi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *