
Jakarta, Obor Rakyat – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meluruskan informasi terkait uang tunai senilai Rp 300 miliar yang dipamerkan dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih, Jakarta, pada Kamis (20/11/2025).
Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menegaskan bahwa uang tersebut bukan merupakan pinjaman dari bank, melainkan hasil rampasan perkara korupsi PT Taspen (Persero).
Budi menjelaskan bahwa KPK tidak menyimpan barang bukti berupa uang tunai di Gedung Merah Putih maupun Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Rupbasan). Oleh karena itu, seluruh uang sitaan maupun rampasan dititipkan pada bank melalui rekening penampungan khusus.
“KPK tidak menyimpan uang-uang sitaan maupun rampasan di Gedung Merah Putih ataupun Rupbasan. Maka, KPK menitipkannya ke bank melalui rekening penampungan,” kata Budi dalam keterangannya, Jumat (21/11/2025).
Klarifikasi Pernyataan Jaksa Eksekusi
Pernyataan ini disampaikan untuk meluruskan keterangan Jaksa Eksekusi KPK, Leo Sukoto Manalu, yang sebelumnya menyatakan bahwa KPK meminjam uang dari salah satu bank pelat merah demi keperluan menunjukkan barang bukti dalam jumpa pers.
“Kita tadi pagi masih bisa komunikasi dengan BNI Mega Kuningan, mohon dipinjami uang Rp 300 miliar. Jadi uang ini kami pinjam dari BNI,” ujar Leo pada Kamis.
Leo juga menyebut uang tersebut akan dikembalikan ke bank pada sore harinya, dengan pengamanan dari kepolisian. KPK menegaskan bahwa pernyataan tersebut keliru dan telah diperbaiki.
Kerugian Negara Capai Rp 1 Triliun
Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, mengungkapkan bahwa kerugian negara dalam kasus investasi fiktif PT Taspen mencapai Rp 1 triliun. Angka ini berdasarkan laporan hasil pemeriksaan investigatif BPK RI tertanggal 22 April 2025.
“Kerugian keuangan negara yang diderita PT Taspen adalah sejumlah Rp 1 triliun,” ungkap Asep.
Sementara itu, KPK telah menyerahkan Rp 883 miliar hasil rampasan perkara kepada PT Taspen. Dana tersebut disetorkan pada 20 November 2025 ke rekening giro Tabungan Hari Tua (THT) Taspen di BRI Cabang Veteran, Jakarta.
Asep menjelaskan bahwa Rp 883 miliar itu merupakan hasil rampasan dari terdakwa Ekiawan Heri Primaryanto, mantan Direktur PT Insight Investment Management, yang telah berkekuatan hukum tetap.
“Uang yang ada dalam konferensi pers itu khusus untuk perkara Pak Ekiawan. Tidak termasuk untuk perkara Pak ANS,” jelas Asep.
Sisa Uang dari Terdakwa Lain
Dalam kasus ini, terdapat terdakwa lain yaitu mantan Direktur Utama PT Taspen, Antonius NS Kosasih (ANS). Menurut Asep, masih ada tambahan uang rampasan sekitar Rp 160 miliar dari perkara ANS yang belum disampaikan.
“Kalau dihitung, totalnya memang mendekati Rp 1 triliun, bahkan mungkin lebih,” ujarnya. (*)
Penulis : Achmad Sugiyanto
Editor : Redaksi