
Situbondo, Obor Rakyat — Dugaan penyimpangan keuangan mencuat di tubuh PT LKM BKD Situbondo setelah hasil audit Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengidentifikasi potensi kerugian perusahaan sebesar Rp610 juta.
Dana tersebut diduga ditarik secara bertahap di luar sistem resmi SISPRO LKM sejak Januari hingga Mei 2025, tanpa prosedur internal yang seharusnya berlaku. Temuan audit dirilis pada Senin, 24 November 2025.
Dua pejabat perusahaan, yaitu Direktur Utama Kusmiayati dan Direktur Sucipto (nonaktif), turut disebut dalam laporan audit sebagai pihak yang diduga terlibat dalam pencairan dana tanpa izin komisaris dan tanpa pertanggungjawaban administrasi. Indikasi ketidakwajaran tersebut memunculkan dugaan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan keuangan LKM.
Komisaris Laporkan Kasus ke Polres Situbondo
Menindaklanjuti temuan audit, Komisaris Utama PT LKM BKD Situbondo yang juga Kepala Desa (Kades) Tarebungan, Kecamatan Mangaran, Nurhasan, mengajukan laporan resmi ke Polres Situbondo dengan nomor: LP/B/337/XI/SPKT/2025/Polres Situbondo.
Menurut Nurhasan, penarikan dana dilakukan di luar mekanisme perusahaan, tanpa sepengetahuan komisaris, dan tidak tercatat dalam sistem keuangan resmi.
“Penarikan dilakukan bertahap, di luar sistem, dan tanpa pertanggungjawaban. Tidak ada pilihan lain selain melapor ke APH,” tegasnya, Rabu (26/11/2025).
Nurhasan juga menyatakan siap membawa perkara ini ke Polda Jawa Timur apabila penanganan di tingkat Polres dinilai lamban atau tidak menunjukkan perkembangan signifikan.
Komisaris Mangaran Soroti Upaya Mengaktifkan Kembali Direksi Lama
Komisaris sekaligus Kades Mangaran, Kecamatan Mangaran, Lilik Linarno (Inaraja), menyoroti dinamika internal yang dinilai janggal. Ia menegaskan perlunya Rapat Dengar Pendapat (RDP) untuk menetapkan Direktur Utama baru melalui fit and proper test sesuai ketentuan PUJK No. 41 Tahun 2024.
Namun, ia mengungkapkan adanya upaya RUPS yang disebut-sebut berniat mengaktifkan kembali dua direksi lama, meski keduanya telah dinonaktifkan dan sedang dalam proses penyelidikan.
“Kami mendapati ada RUPS yang ingin mengaktifkan kembali direksi lama — padahal mereka sedang diperiksa APH. Ini janggal dan berpotensi mengganggu proses hukum,” ujar Inaraja.
Menurutnya, selain kerugian Rp610 juta hasil audit OJK, masih terdapat temuan lain yang belum dipublikasikan, sehingga pengembalian jabatan direksi berpotensi menghambat penyidikan.
Dugaan Kerugian Tambahan Rp800 Juta
Pihak pelapor juga mengaku menemukan indikasi kerugian tambahan sekitar Rp800 juta. Rencananya temuan baru ini akan diserahkan ke Kejaksaan Tinggi Jawa Timur (Kejati Jatim) sebagai laporan dugaan tindak pidana korupsi.
Indikasi tersebut muncul dari hasil audit internal yang mengungkap:
- Penarikan dana perusahaan dari Bank Jatim Cabang Situbondo
- Penarikan tanpa sepengetahuan Komisaris Utama
- Dana tidak tercatat dalam sistem SISPRO
- Dugaan penggunaan untuk kepentingan pribadi
Fakta-fakta ini memperkuat dugaan penyimpangan dan membuka potensi kerugian keuangan negara lebih besar dari hasil audit awal.
Publik Mendesak APH Situbondo Bergerak Cepat
Hingga berita ini diterbitkan, perkara masih berada pada tahap penyelidikan di Polres Situbondo. Namun desakan publik agar aparat penegak hukum bergerak cepat kian menguat, mengingat:
- Nominal dugaan kerugian cukup besar
- Penarikan dilakukan di luar sistem resmi
- Ada potensi penghilangan atau kerusakan barang bukti
- Terdapat upaya pengembalian jabatan bagi terduga pihak yang diperiksa
Pengamat hukum menilai, lambannya penanganan dapat berdampak pada sulitnya penelusuran aliran dana, hingga berisiko terjadinya obfuscation atau pencampuran transaksi yang menyulitkan audit forensik lanjutan.
Transparansi dan Kepastian Hukum Diharapkan
Publik berharap penyidikan dilakukan secara profesional, transparan, dan bebas dari intervensi. Penanganan yang cepat dinilai penting untuk menjamin kepastian hukum dan mencegah potensi kerugian negara yang lebih besar.
Perkembangan penanganan kasus ini akan sangat menentukan arah perbaikan tata kelola PT LKM BKD Situbondo serta kepercayaan masyarakat terhadap lembaga keuangan milik daerah tersebut. (*)
Penulis : Eko Apriyanto
Editor : Redaksi