
Bondowoso, Obor Rakyat – Dugaan pemotongan honor anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Wonosari, Kecamatan Grujugan, Kabupaten Bondowoso, terus menjadi sorotan.
Ketua BPD Wonosari berinisial S membantah keras tudingan tersebut dan menegaskan bahwa honor BPD tahun anggaran 2025 hingga kini justru belum disalurkan oleh pemerintah desa.
Sebelumnya, sejumlah anggota BPD Wonosari mengeluhkan honor yang diterima tidak utuh. Dari informasi yang beredar, pemotongan honor bervariasi antara Rp50 ribu hingga Rp200 ribu per orang. Honor anggota BPD yang seharusnya sebesar Rp1,2 juta disebut hanya diterima sekitar Rp1 juta, sementara sekretaris BPD dikabarkan mengalami pemotongan sebesar Rp50 ribu.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Desa (Kades) Wonosari, Henus Marzuki, membenarkan adanya laporan dari anggota BPD terkait dugaan pemotongan honor oleh Ketua BPD.
“Memang ada anggota BPD yang melapor ke kami jika honornya tidak diberikan secara utuh oleh Ketua BPD. Namun kami masih menelusuri kebenarannya,” ujar Henus, Senin (29/12/2025).
Sebagai langkah antisipasi, pemerintah desa memutuskan menahan sementara pencairan honor BPD tahun anggaran 2025 hingga persoalan tersebut mendapat kejelasan.
“Kami tahan dulu honornya untuk mengamankan. Jika permasalahan ini sudah selesai, maka honor BPD akan kami berikan,” tambahnya.
Namun, tudingan tersebut dibantah tegas oleh S selaku Ketua BPD Wonosari. Ia menegaskan tidak pernah melakukan pemotongan honor dan mengklaim telah menyerahkan honor anggota sesuai dengan anggaran yang diberikan oleh pemerintah desa.
“Tidak benar saya memotong honor anggota. Saya menyerahkan sesuai anggaran yang diberikan oleh Kades Henus,” kata S, Selasa (30/12/2025).
Bahkan, S menyebut honor BPD tahun anggaran 2025 hingga kini belum diterimanya, meskipun anggaran tersebut disebut-sebut telah cair.
“Saya justru mau balik bertanya, honor BPD tahun 2025 ini sampai sekarang belum diberikan oleh Kades Henus, padahal informasinya sudah cair,” ungkapnya.
Selain persoalan honor, S juga mengeluhkan peran BPD yang dinilainya tidak berjalan optimal. Ia mengaku tidak pernah dilibatkan dalam fungsi pengawasan maupun pelaksanaan pembangunan desa, meskipun secara struktural menjabat sebagai Ketua BPD.
“Namanya ketua BPD, tapi selama ini saya tidak pernah dilibatkan dalam pengawasan maupun pelaksanaan pembangunan desa,” ujarnya.
Tak hanya itu, S juga menyebut bahwa anggaran operasional BPD selama ini tidak pernah diberikan oleh Kades, padahal dana tersebut diperlukan untuk menunjang administrasi dan fungsi kelembagaan BPD.
Terkait isu dugaan pemotongan honor yang beredar di masyarakat, S meminta agar pemerintah desa segera menggelar rapat klarifikasi terbuka guna menyelesaikan persoalan tersebut secara objektif.
“Saya minta agar dirapatkan supaya jelas mana yang benar dan mana yang salah. Kalau dibiarkan, isu ini bisa semakin bias,” pungkasnya. (*)
Penulis : Latif J
Editor : Redaksi