
Surabaya, Obor Rakyat – Kasus dugaan korupsi dana hibah tahun anggaran 2022 yang menyeret mantan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Ngawi, Muhammad Taufik Agus Susanto, terus berlanjut di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya.
Dalam sidang lanjutan yang digelar pada Kamis, 12 Juni 2025, jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Ngawi menjatuhkan tuntutan berat terhadap terdakwa. Taufik dituntut dengan pidana penjara selama 8 tahun 6 bulan, denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan, serta membayar uang pengganti sebesar Rp 17,7 miliar.
Jika uang pengganti tersebut tidak dibayarkan, terdakwa akan menghadapi tambahan pidana penjara selama 4 tahun 3 bulan.
Tuntutan ini dilayangkan JPU atas dugaan keterlibatan Taufik dalam penyimpangan dana hibah yang merugikan keuangan negara miliaran rupiah. Kasus ini menjadi sorotan publik, mengingat dana hibah tersebut seharusnya digunakan untuk kegiatan pendidikan dan pemberdayaan masyarakat.
Namun, kuasa hukum terdakwa, Faisol, menyatakan keberatan atas tuntutan yang dinilai tidak sesuai dengan fakta persidangan.
“Tuntutan itu sangat berat dan tidak mencerminkan fakta yang terungkap selama persidangan. Klien kami tidak memiliki kewenangan dalam proses pencairan dana hibah karena sudah dimutasi sebelum tahap perencanaan selesai,” ujar Faisol kepada awak media usai persidangan.
Ia menambahkan bahwa verifikasi dalam tahap awal hibah hanyalah prosedural dan tidak bersifat mengikat. Proses pencairan dana, menurutnya, dilakukan setelah masa jabatan kliennya berakhir.
“Kami sedang menyusun nota pembelaan atau pledoi yang akan kami sampaikan dalam sidang berikutnya. Kami akan memaparkan fakta-fakta dan keterangan saksi ahli agar majelis hakim bisa menilai secara objektif,” lanjutnya.
Hingga berita ini diturunkan, pihak Kejari Ngawi belum memberikan keterangan resmi terkait rincian tuntutan terhadap terdakwa.
Sidang akan kembali dilanjutkan dalam waktu dekat dengan agenda penyampaian pledoi dari tim penasihat hukum terdakwa. (*)