Tanpa Media Kritis dan Berintegritas, “Bondowoso Berkah” Terancam Jadi Jargon Kosong

Bondowoso, Obor Rakyat – Pernyataan tegas Bupati Bondowoso Abdul Hamid Wahid soal peran media sejatinya bukan sekadar pesan normatif. Ia adalah pengakuan jujur bahwa tanpa pers yang kritis, profesional, dan berintegritas, visi besar Bondowoso Berkah berpotensi berhenti sebagai slogan politik tanpa dampak nyata bagi masyarakat.
pelantikan Ketua dan Pengurus Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kabupaten Bondowoso masa bhakti 2025–2028.

Bondowoso, Obor Rakyat – Pernyataan tegas Bupati Bondowoso Abdul Hamid Wahid soal peran media sejatinya bukan sekadar pesan normatif. Ia adalah pengakuan jujur bahwa tanpa pers yang kritis, profesional, dan berintegritas, visi besar Bondowoso Berkah berpotensi berhenti sebagai slogan politik tanpa dampak nyata bagi masyarakat.

Hal itu disampaikan Bupati Hamid saat pelantikan Ketua dan Pengurus Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kabupaten Bondowoso masa bhakti 2025–2028, Rabu (17/12/2025).

Di hadapan insan pers, Hamid menegaskan bahwa pembangunan daerah tidak cukup hanya dipoles lewat laporan seremonial dan klaim keberhasilan sepihak. Pembangunan, menurutnya, harus dipahami publik, dikawal secara kritis, dan diuji manfaatnya di lapangan, peran yang hanya bisa dijalankan oleh media yang independen dan berani.

“Pembangunan tidak cukup hanya direncanakan dan dilaksanakan. Ia harus dipahami publik, diawasi bersama, dan memberi dampak nyata,” tegas Hamid.

Kritik Halus, Pesan Keras

Pernyataan tersebut sekaligus menjadi kritik implisit terhadap praktik pemberitaan yang selama ini cenderung aman, elitis, dan minim kontrol. Di tengah derasnya arus disinformasi dan ekspansi kecerdasan buatan (AI), Bupati menilai media tidak boleh tergelincir menjadi sekadar corong kekuasaan atau pemburu klik semata.

Ia menegaskan, akurasi, verifikasi, dan keberpihakan pada kepentingan publik adalah fondasi yang tidak bisa ditawar.

Baca Juga :  Tim Penyidik KPK, Geledah Rumah Koordinator Pokmas di Sampang

“Tanpa profesionalisme dan integritas, kepercayaan publik akan runtuh,” ujarnya.

Pesan ini menjadi peringatan keras bahwa legitimasi pemerintah daerah tidak bisa dibangun lewat pencitraan semu, melainkan melalui transparansi yang diuji oleh pers yang kritis.

Media sebagai Penjaga Nalar Publik

Bupati juga menyoroti peran strategis media sebagai pilar keempat demokrasi yang menjaga nalar publik. Ia mengingatkan bahwa pemberitaan yang tidak berimbang dan cenderung provokatif justru dapat memicu kegaduhan sosial dan polarisasi di tengah masyarakat.

“Pemberitaan yang tidak berimbang bisa memicu kegaduhan. Jurnalisme beretika justru menjadi perekat persatuan,” katanya.

Pernyataan ini sekaligus menegaskan batas tegas: stabilitas daerah bukan alasan untuk membungkam kritik, melainkan menuntut jurnalisme yang tajam namun bertanggung jawab.

Sinergi Tanpa Menjinakkan Kritik

Hamid menekankan pentingnya sinergi antara pemerintah daerah dan media, namun menegaskan bahwa sinergi tidak boleh dimaknai sebagai upaya saling melunakkan. Pemerintah dituntut membuka data dan informasi secara transparan, sementara media harus tetap independen dan kritis.

“Sinergi ini bukan untuk saling melemahkan, tetapi saling menguatkan demi demokrasi lokal yang sehat,” tegasnya.

Pernyataan ini menjadi tantangan langsung bagi kedua belah pihak: pemerintah diuji konsistensinya dalam keterbukaan, sementara media diuji keberaniannya dalam menjalankan fungsi kontrol.

Baca Juga :  Jelang Ajaran Baru, SDN Kedungturi Giat Bertema Go Green dan Clean

Ujian Nyata bagi PWI Bondowoso

Di akhir sambutannya, Bupati Hamid menyampaikan harapan besar kepada kepengurusan PWI Bondowoso masa bhakti 2025–2028. Ia berharap organisasi profesi ini tidak sekadar menjaga soliditas internal, tetapi juga meningkatkan kualitas jurnalistik dan keberanian moral dalam mengawal pembangunan daerah.

“Pastikan Bondowoso Berkah bukan sekadar slogan, tetapi kenyataan yang dirasakan masyarakat,” pungkasnya.

Pernyataan itu menegaskan satu hal: masa depan “Bondowoso Berkah” bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga bergantung pada keberanian media untuk tetap kritis, meski berisiko tidak nyaman. Tanpa itu, visi besar hanya akan berakhir sebagai jargon indah di baliho, jauh dari realitas rakyat. (*)

Penulis : Redaksi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *