
Banyuwangi, Obor Rakyat – Wilayah hukum Polresta Banyuwangi, Polda Jatim, diklaim lahan basah pertambangan Ilegal.
Dari pantauan dan surve pengamat Energi dan Sumber Dana Mineral, terdapat kurang lebih 108 galian bodong.
Terbaru, unit Pidsus Satreskrim Polresta Banyuwangi menggerebek di daerah kecamatan Sempu, Genteng, dan Sanggon yang dikabarkan dua pekan yang lalu.
Sayangnya, para oknum yang menabrak undang-undang tentang Perlindungan, Pengelolaan Lingkungan Hidup itu, diduga ada kong kalikong dengan aparat penegak hukum (APH).
Baca juga: 50 Anggota DPRD Kabupaten Banyuwangi Periode 2024-2029, Resmi Dilantik
Hal itu dikatakan sumber internal, yang mewanti wanti agar namanya tidak disertakan dalam media ini. Da menyebut salah satu pendana dipulangkan alias dibebaskan.
“Iya mas, operator yang diamankan. Ya di Polresta. Pakai mobil satunya. Bos nya tanya langsung aja, gak berani ngomong saya. Sampean lihat bosnya masih dirumah kan,” ujar sumber, Senin (26/8/2024).
Sumber pun menambahkan, penggerebekan di wilayah Songgon tepatnya di Desa Bedewang, itu diduga ada kong kalikong dengan APH.
Menurutnya di sengaja dibiarkan kabur pada penggerebekan sore hari itu.
“Disuruh kabur mas, kalau mau ditangkap dengan mudah, wong saat itu orangnya sudah disekitar petugas,” imbuhnya.
Sementara, Kanit Pidsus, Iptu Didik Hariyono menampik hal tersebut.
Didik mengatakan, bahwa inisial SL yang diduga pendana itu, dibiarkan lepas saat penggerebekan lantaran takut salah tangkap.
“Pada intinya khawatir salah tangkap. Jadi disuruh pergi. Bukan dibiarkan atau diintruksi suruh lari,” dalihnya.
Memang, lanjut Didik, nama inisial SL disebut-sebut sebagai pendana. Namun itu hanya seorang operator saja.
“Memang terkenalnya inisial SL, namun dari pada salah (salah tangkap-red). Bapaknya inisial SL jadi oprator,” tutur Didik.
Sementara keterangan Didik, bertolak belakang dengan sumber internal media ini. Menurutnya inisial SL disuruh petugas tinggalkan lokasi tak lain hanya upaya untuk kondusif.
“Saat anggota datang, kan ada wartawan. Khawatir tidak kondusif maka disuruh pergi. Ya takut bertengkar saja,” pungkasnya.
Pantauan media dilapangan, pasca penggerebekan itu, tidak tampak garis Police line, alat berat pun masih berada dilokasi.
Tak hanya itu, lima unit armada truck dengan satu unit armada terisi material penuh terlihat belum diamankan.

Ditempat terpisah, pengamat Energi dan Sumber Dana Mineral, mengatakan, penambangan diwilayah hukum Polresta Banyuwangi memang marak, menurutnya peran APH tidak serius dalam upaya pemberantasan.
“Banyak sekali tambang-tambang ilegal. Padahal dampak dari itu sangat membahayakan. Contoh yang tampak longsor,” ungkap Mahasiswa yang tidak mau disertakan namanya, saat mengawali doorstop kepada media ini.
Lanjut pria berkacamata itu, pencemaran udara pun sangat bahaya, kerusakan jalan yang dilewati, mengingat beratnya ukuran mobil serta muatan melebihi standart.
“Bagaimana tidak, dalam bak pasti ada ukuran berat dan minimal dan maksimal. Saya yakin itu lebih berat dari standart yang dikeluarkan kir kiran,” tegasnya.
Selain itu, kerugian pajak yang semestinya tersalurkan, juga dikatakannya. Pemegang Surat Izin Pertambangan Daerah (SIPD) eksploitasi diwajibkan untuk membayar pajak bahan galian golongan C.
“Lha kalau tidak berizin, kan otomatis gak kena pajak. Kalau tidak ada ijin siapa yang menindak? Kan Pemerintahan setempat serta Polisi. Saya yakin saat ini kurang serius, bukan saya mengatakan tidak serius lho,” terangnya.
Sementara, guna keseimbangan dalam pemberitaan, wartawan mencoba menghubungi Kasatreskrim Polresta Banyuwangi, Kompol Andrew Vega.
Sayangnya, telpon WhatsApp +62 812-6111-XXXX tampak berdering saja, menandakan telpon masuk namun belum ada tanggapan. (nul)
Baca juga: Viral Video Polwan Tegur Pria yang Sedang Makan, Ini Klarifikasi dari Polrestabes Surabaya