Komisi I DPRD Soroti Maraknya Kades di Bondowoso Terjerat Hukum, Minta Camat Dievaluasi Jika Pembinaan Lemah

Bondowoso, Obor Rakyat – Maraknya kepala desa (Kades) di Bondowoso yang tersandung masalah hukum dalam dua tahun terakhir mendapat sorotan tajam dari Komisi I DPRD Kabupaten Bondowoso. Anggota Fraksi PPP, Ahmadi, menilai lemahnya pengawasan dan pembinaan dari perangkat daerah, khususnya para camat, menjadi salah satu akar persoalan.
Ahmadi anggota Komisi I DPRD Kabupaten Bondowoso. (Fot Ist)

Bondowoso, Obor Rakyat – Maraknya kepala desa (Kades) di Bondowoso yang tersandung masalah hukum dalam dua tahun terakhir mendapat sorotan tajam dari Komisi I DPRD Kabupaten Bondowoso. Anggota Fraksi PPP, Ahmadi, menilai lemahnya pengawasan dan pembinaan dari perangkat daerah, khususnya para camat, menjadi salah satu akar persoalan.

Pernyataan itu disampaikan Ahmadi usai mengikuti rapat kerja di Gedung DPRD Bondowoso pada Selasa (8/7/2025).

Ia menyoroti bahwa sejak tahun 2024 hingga memasuki pertengahan 2025, puluhan Kades harus berhadapan dengan aparat penegak hukum (APH), mulai dari kasus dugaan penyalahgunaan dana desa, pemecatan perangkat desa, hingga kasus penggelapan dan penipuan.

“Bahkan, beberapa Kades terpaksa harus mengembalikan kelebihan pembayaran dana desa ke kas negara dengan jumlah yang tidak sedikit, mencapai puluhan hingga ratusan juta rupiah,” ujar Ahmadi.

Selain persoalan dana desa, pengelolaan aset desa, Tanah Kas Desa (TKD), hingga Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) juga menjadi sorotan publik. Kurangnya transparansi dalam pengelolaan dianggap memicu kecemburuan sosial di tengah masyarakat.

Ahmadi menegaskan bahwa fenomena ini merupakan bukti lemahnya sistem pembinaan dan pengawasan internal yang dilakukan oleh pemerintah daerah. Karena itu, menurutnya, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bondowoso di bawah kepemimpinan Bupati Abdul Hamid Wahid tidak boleh tinggal diam.

Baca Juga :  Kawasan Sekitar RS Bhayangkara Bondowoso Kumuh, Warga Keluhkan Sampah dan Trotoar Rusak

“Pemerintah daerah harus all out melalui perangkat terkait seperti DPMD, Inspektorat, dan para camat. Jangan sampai pembiaran ini berujung pada meningkatnya jumlah kepala desa yang harus berhadapan dengan hukum,” tegasnya.

Ahmadi bahkan secara khusus menyoroti peran camat yang selama ini dinilai kurang maksimal dalam menjalankan tugas pembinaan terhadap desa.

“Saya bukan mau menyalahkan para Kades yang sudah terjerat hukum. Justru saya ingin mempertanyakan kinerja para camat sebagai pembina dan pengawas langsung terhadap desa. Selama ini mereka ngapain saja? Anggarannya ada, tapi tidak tampak hasil pembinaannya,” kritiknya.

Merujuk pada Pasal 225 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, serta Perbup No. 87 Tahun 2021, camat disebut sebagai perpanjangan tangan bupati di wilayah, yang memiliki kewenangan membina dan mengawasi pemerintahan desa dan kelurahan, baik dari sisi kinerja, pengelolaan anggaran, maupun pengelolaan aset desa.

“Kalau melihat regulasi, saya berani menyimpulkan kegagalan di desa adalah akibat lemahnya pengawasan dari camat. Kegagalan pemain adalah kegagalan pelatih. Maka camat harus dievaluasi jika pembinaan dan pengawasannya tidak maksimal,” tegasnya.

Ahmadi juga mendorong agar pemerintah daerah mengoptimalkan peran Badan Permusyawaratan Desa (BPD) untuk ikut mengawasi pengelolaan APBDes, aset desa, hingga TKD.

Sebagai anggota Komisi I, Ahmadi menegaskan akan meminta pimpinan dewan untuk mengusulkan evaluasi camat kepada bupati jika dalam waktu ke depan masih ditemukan desa yang kembali bermasalah secara hukum.

“Ini demi mewujudkan visi misi Bondowoso Berkah dalam bingkai iman dan takwa. Semua pihak harus menjalankan perannya dengan maksimal,” pungkasnya. (*)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *