KPK Keberatan dengan RUU KUHAP, Nilai Menghambat Pemberantasan Korupsi

Jakarta, Obor Rakyat — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) secara resmi menyatakan keberatan terhadap sejumlah ketentuan dalam Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) yang dinilai berpotensi menghambat upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Hal ini disampaikan Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, usai menggelar focus group discussion (FGD) bersama para ahli hukum pada Kamis (10/7/2025) lalu.
Gedung merah putih KPK. (Fot Ist)

Jakarta, Obor Rakyat — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) secara resmi menyatakan keberatan terhadap sejumlah ketentuan dalam Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) yang dinilai berpotensi menghambat upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Hal ini disampaikan Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, usai menggelar focus group discussion (FGD) bersama para ahli hukum pada Kamis (10/7/2025) lalu.

“Benar, pada Kamis (10/7), KPK menggelar FGD dengan para ahli hukum untuk membahas implikasi RUU KUHAP, di mana beberapa pasalnya tidak sinkron dengan tugas dan kewenangan KPK sebagaimana diatur dalam UU Nomor 30 Tahun 2002 jo UU Nomor 19 Tahun 2019,” kata Budi dalam keterangan resminya, Rabu (16/7/2025).

Berdasarkan hasil FGD tersebut, KPK mengidentifikasi setidaknya tiga persoalan krusial dalam RUU KUHAP yang dianggap mengancam efektivitas kerja lembaga antirasuah tersebut, yakni:

  • Penyadapan Harus dengan Izin Pengadilan
  • KPK menyoroti aturan penyadapan yang dalam RUU KUHAP hanya diperbolehkan pada tahap penyidikan dan harus melalui izin pengadilan setempat. Padahal, selama ini KPK dapat melakukan penyadapan sejak tahap penyelidikan, dengan tetap melaporkan kepada Dewan Pengawas (Dewas) KPK.
Baca Juga :  Kejagung dan Dewan Pers Jalin MoU, Pers Jadi Mitra Pengawasan Kinerja Jaksa

“Aturan ini berpotensi mereduksi kewenangan penyelidik KPK. Dalam RUU KUHAP, penyelidik hanya berwenang mencari peristiwa pidana, sedangkan di KPK penyelidik sampai harus mencari sekurang-kurangnya dua alat bukti,” ujar Budi.

Kewenangan Penyelidik Dibatasi
KPK juga menilai bahwa kewenangan mengangkat dan memberhentikan penyelidik selama ini merupakan bagian penting dari independensi KPK. Dalam RUU KUHAP, batasan tersebut dianggap mengurangi ruang gerak KPK dalam mencari dan menemukan alat bukti yang memadai.

Pencekalan Hanya Berlaku untuk Tersangka

Poin keberatan lainnya terkait aturan pencekalan ke luar negeri yang dalam RUU KUHAP hanya berlaku untuk tersangka. Sementara menurut KPK, pencekalan seharusnya bisa dikenakan juga kepada saksi atau pihak terkait lainnya, sebagaimana diatur dalam UU KPK.

“Esensi dari pencekalan adalah memastikan pihak yang bersangkutan tetap berada di dalam negeri agar proses penyidikan berjalan efektif,” tegas Budi.

KPK menegaskan, pemberantasan korupsi merupakan lex specialis sebagaimana diatur dalam hukum nasional, dan telah diakui melalui putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

Selanjutnya, KPK berencana segera menyampaikan secara resmi seluruh catatan keberatan tersebut kepada pemerintah dan DPR RI untuk menjadi bahan pertimbangan dalam proses pembahasan RUU KUHAP.

“Nanti kami update lagi ya, hasilnya seperti apa dan kapan kami sampaikan,” pungkas Budi. (*)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *