
Integrasi Data dan Surveilans Jadi Kunci
Bondowoso, Obor Rakyat – Upaya sistematis terus dilakukan Pemerintah Kabupaten Bondowoso dalam menekan angka kasus Tuberkulosis (TBC).
RSUD dr. H. Koesnadi bersama Dinas Kesehatan (Dinkes), dan seluruh Puskesmas memperkuat sistem surveilans, pemantauan kepatuhan minum obat, serta edukasi masyarakat untuk mencegah penyebaran TBC.
Komitmen ini ditegaskan oleh Direktur RSUD dr. Koesnadi Bondowoso, dr. Yus Priyatna, usai mengikuti entry meeting Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait pemeriksaan kinerja penanganan TBC di Wisma Wakil Bupati Bondowoso, Rabu (3/9/2025).
Menurut dr. Yus, saat ini sistem surveilans dan pencatatan kasus TBC di Bondowoso sudah berjalan cukup baik. Seluruh fasilitas pelayanan kesehatan di bawah naungan pemerintah telah terintegrasi dalam satu sistem data.
“Kita melakukan surveilan aktif ke semua puskesmas dan masyarakat. Saat ini, data dari 4 rumah sakit swasta dan 25 puskesmas telah terintegrasi dalam satu sistem informasi. Ini mempermudah pemantauan kasus dan evaluasi penanganan TBC,” jelasnya.
Dari sisi fasilitas penunjang diagnosis, Bondowoso diklaim cukup siap. Saat ini telah tersedia 7 unit mesin Tes Cepat Molekuler (TCM) dan 25 tenaga mikroskopis terlatih di seluruh puskesmas.
“Ketersediaan TCM ini krusial untuk diagnosis cepat dan akurat. Ini membantu memulai terapi lebih dini, sehingga menekan angka penularan dan memperbesar peluang sembuh,” tambah dr. Yus.
Penanganan TBC juga disinergikan dengan program penanggulangan HIV/AIDS, mengingat tingginya korelasi antara kedua penyakit tersebut.
“Sosialisasi pencegahan TBC juga kami integrasikan dengan edukasi HIV. Apalagi di Bondowoso, sebagian kasus HIV berasal dari luar daerah seperti Bali. Masalah sosial penyebab penularan HIV harus kita tekan bersama,” tegas dr. Yus.
Dalam konteks terapi, dr. Yus menegaskan bahwa TBC adalah penyakit yang dapat disembuhkan secara total, asalkan pasien patuh menjalani pengobatan sesuai protokol.
“TBC bukan penyakit mematikan jika tertangani sejak awal. Namun pasien harus taat minum obat secara rutin. Kita tekankan pentingnya pengawasan terapi agar tidak terjadi resistensi atau drop-out pengobatan,” jelasnya.
Meski begitu, ia tak menampik bahwa masih terjadi kasus kematian akibat TBC selama 2025, umumnya disebabkan oleh keterlambatan diagnosis atau tidak terdatanya kasus sejak awal.
“Kematian masih ada, karena datanya terlambat masuk atau pasien datang saat kondisi sudah berat. Kalau tertangani sejak awal, prognosisnya sangat baik,” ungkapnya.
Menanggapi evaluasi awal dari BPK, dr. Yus memastikan bahwa RSUD dr. H. Koesnadi bersama Dinkes dan stakeholder terkait akan melakukan evaluasi menyeluruh serta penyusunan strategi baru untuk percepatan eliminasi TBC di Bondowoso.
“Kita terbuka terhadap semua masukan dari BPK dan akan terus mencari solusi strategis untuk memaksimalkan penanganan TBC ke depan,” pungkasnya. (*)
Penulis : Redaksi