
Surabaya, Obor Rakyat – Saiful Rachman, mantan Kepala Dinas Pendidikan (Dindik) Jawa Timur, kembali ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa untuk SMK pada tahun anggaran 2017.
Penetapan tersangka ini diumumkan oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur, Jumat (12/9/2025), setelah penyidik menemukan alat bukti baru yang menguatkan keterlibatan Saiful dalam perkara tersebut.
Kasi Penerangan Hukum (Penkum) Kejati Jatim, Windhu Sugiarto, menjelaskan bahwa penetapan tersangka terhadap Saiful Rachman merupakan hasil dari pengembangan penyidikan yang sebelumnya telah menetapkan dua orang lainnya sebagai tersangka, yakni Hudiyono dan JT.
“Kami tetapkan tersangka SR, setelah adanya barang bukti yang mengarah kepada tersangka baru dalam tindak pidana korupsi pengadaan barang dan jasa untuk SMK di Dindik Jatim tahun 2017,” ungkap Windhu.
Dalam perkara ini, Saiful dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 jo Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Berbeda dengan Hudiyono dan JT yang langsung ditahan setelah ditetapkan sebagai tersangka, penyidik Kejati Jatim tidak melakukan penahanan terhadap Saiful karena yang bersangkutan saat ini sedang menjalani hukuman penjara dalam kasus korupsi Dana Alokasi Khusus (DAK) Dindik Jatim tahun anggaran 2018.
Masih Mendekam di Penjara
Saiful Rachman sebelumnya telah divonis 7 tahun penjara dan denda Rp 500 juta oleh majelis hakim Tipikor Surabaya pada 19 Desember 2023. Ia dinyatakan bersalah dalam perkara korupsi DAK 2018 senilai Rp 16,2 miliar, yang menyebabkan kerugian negara mencapai Rp 8,2 miliar. Proyek tersebut mencakup pembangunan ruang praktik dan pengadaan mebeler untuk 60 SMK di Jawa Timur.
Dalam proses persidangan tersebut, Hudiyono, yang saat itu menjabat sebagai Kabid Pembinaan SMK dan juga Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), turut dihadirkan sebagai saksi. Ia disebut sebagai pihak yang menandatangani seluruh perjanjian kerja sama dengan pihak sekolah, berbeda dengan Saiful yang hanya menandatangani sebagai pihak yang “mengetahui” karena jabatannya sebagai Pengguna Anggaran (PA).
Penasihat hukum Saiful, Syaiful Ma’arif, sempat menyatakan bahwa tanggung jawab utama berada di pundak Hudiyono selaku KPA dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Namun hingga vonis dijatuhkan, Hudiyono belum terseret dalam kasus DAK tersebut.
Kasus Baru Seret Anggaran Fantastis Rp 179 Miliar
Penetapan tersangka baru terhadap Saiful muncul setelah Kejati Jatim mengungkap kasus dugaan korupsi lainnya yang terjadi dalam pengelolaan belanja hibah/barang/jasa serta belanja modal sarana dan prasarana untuk SMK Negeri di Dindik Jatim tahun 2017.
Pada Selasa (26/8/2025), Kejati Jatim menetapkan Hudiyono dan JT (pengendali penyedia/pihak ketiga) sebagai tersangka dalam kasus tersebut. Dugaan korupsi ini mengakibatkan kerugian negara yang ditaksir mencapai Rp 179.975.000.000, meski masih menunggu hasil perhitungan final dari BPK Perwakilan Jatim.
Windhu menyebut, kedua tersangka diduga melakukan rekayasa dalam pengelolaan anggaran belanja di Dindik Jatim. Berdasarkan Dokumen Pelaksanaan Perubahan Anggaran (DPPA) Dindik TA 2017, terdapat beberapa pos belanja besar, antara lain:
- Belanja hibah: Rp 78 miliar
- Belanja modal alat/konstruksi: Rp 107,8 miliar
- Belanja pegawai/ATK/makan minum/perjalanan dinas: Rp 759 juta
Ketiganya kini dijerat dengan pasal-pasal korupsi yang sama, dan Kejati Jatim menegaskan bahwa pengembangan perkara masih terus dilakukan.
“Kami masih melakukan pendalaman dan pengembangan terhadap kemungkinan adanya pihak lain yang terlibat,” tegas Windhu.
Penelusuran Aset dan Kemungkinan Tersangka Baru
Dengan dugaan kerugian negara yang sangat besar dan struktur kasus yang kompleks, Kejati Jatim membuka peluang adanya tersangka baru. Selain penelusuran aliran dana dan rekayasa dokumen, penyidik juga bekerja sama dengan BPK dan aparat penegak hukum lainnya untuk mempercepat proses audit kerugian negara.
Kejati menegaskan komitmennya dalam mengusut tuntas kasus-kasus korupsi di lingkungan Dindik Jatim, mengingat perbuatan ini merugikan anggaran pendidikan yang seharusnya diperuntukkan bagi peningkatan mutu pendidikan di Jawa Timur. (*)
Penulis: Ainul Mukorobin
Editor: Redaksi