Evaluasi Program Makan Bergizi Gratis: Sorotan Kritis terhadap Tata Kelola dan Pengawasan

Jakarta, Obor Rakyat – Memasuki satu tahun masa pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, berbagai program unggulan nasional mulai dievaluasi. Salah satu yang menjadi sorotan publik dan pengamat adalah Program Makan Bergizi Gratis (MBG), yang digagas untuk meningkatkan gizi anak-anak sekolah, ibu hamil, serta kelompok rentan di seluruh Indonesia.
Evaluasi Program Makan Bergizi Gratis: Sorotan Kritis terhadap Tata Kelola dan Pengawasan

Jakarta, Obor Rakyat – Memasuki satu tahun masa pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, berbagai program unggulan nasional mulai dievaluasi. Salah satu yang menjadi sorotan publik dan pengamat adalah Program Makan Bergizi Gratis (MBG), yang digagas untuk meningkatkan gizi anak-anak sekolah, ibu hamil, serta kelompok rentan di seluruh Indonesia.

Program yang dijalankan oleh Badan Gizi Nasional (BGN) melalui Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) ini dinilai memiliki misi yang strategis, namun belum sepenuhnya berhasil dalam hal pelaksanaan teknis dan tata kelola.

Anggaran Besar, Tapi Banyak Tantangan di Lapangan

Menurut pengamat kebijakan publik sekaligus akademisi, Dr. Iswadi, MBG merupakan program dengan tujuan mulia, namun pelaksanaannya masih menyisakan banyak persoalan yang perlu segera dibenahi.

“Program MBG ini sangat baik dari sisi tujuan, tapi harus dibarengi dengan tata kelola yang profesional, akuntabel, dan berbasis data yang akurat. Jangan sampai niat baik justru terhambat karena lemahnya manajemen di lapangan,” ujar Dr. Iswadi dalam keterangan tertulis kepada wartawan, Minggu (12/10/2025).

Baca Juga :  PHMI Resmi Laporkan Kecamatan Pancoran Mas ke Polda Metro Jaya Terkait Dugaan Penyalahgunaan Dana Hibah Rp 3,6 Miliar

Sejak diluncurkan pada awal 2025, program ini telah menyedot anggaran negara dalam jumlah besar. Data per 11 Agustus 2025 menunjukkan realisasi anggaran MBG telah mencapai Rp 8,2 triliun dari total target tahunan sebesar Rp 10–11 triliun.

Namun, Dr. Iswadi menilai realisasi anggaran tersebut belum diiringi dengan penguatan sistem dan regulasi yang memadai.

Minim Regulasi dan Dapur Fiktif, Efektivitas Dipertanyakan

Salah satu persoalan utama yang disorot adalah ketiadaan regulasi teknis di awal pelaksanaan. Selama enam bulan pertama, MBG berjalan tanpa Peraturan Presiden (Perpres) atau petunjuk teknis (juknis) yang mengatur sistem pelaksanaan, distribusi, serta mekanisme pengawasan.

Kondisi ini memicu sejumlah kendala di lapangan, termasuk munculnya dapur-dapur fiktif. Kepala BGN bahkan mengakui bahwa lebih dari 6.000 titik dapur MBG telah di-rollback karena tidak aktif selama lebih dari 50 hari.

“Ini menunjukkan bahwa proses verifikasi dan validasi di lapangan belum berjalan optimal. Pemerintah perlu membangun sistem yang lebih ketat dan transparan untuk menghindari kebocoran atau penyelewengan,” tegas Dr. Iswadi.

Keamanan Pangan dan Sertifikasi Kebersihan Jadi Sorotan

Selain tata kelola, isu keamanan pangan juga menjadi perhatian utama. Hingga Oktober 2025, dari lebih dari 10.000 dapur MBG yang beroperasi, hanya 198 dapur yang telah memiliki Sertifikat Laik Hygiene dan Sanitasi (SLHS).

Minimnya standar sanitasi ini menimbulkan kekhawatiran, terutama setelah mencuatnya kasus keracunan makanan di beberapa sekolah penerima MBG.

“Kesehatan anak-anak harus menjadi prioritas. Sertifikasi sanitasi dan keamanan pangan harus menjadi standar wajib, bukan sekadar formalitas,” kata Dr. Iswadi. Ia juga mendorong pemerintah untuk memberikan sanksi tegas terhadap pelanggaran serius di lapangan.

Dorongan untuk Reformasi Sistemik dan Transparansi Data

Dalam evaluasinya, Dr. Iswadi menekankan pentingnya percepatan regulasi komprehensif untuk MBG, penguatan sistem audit, serta pelibatan masyarakat dalam pengawasan. Ia juga menyoroti pentingnya keterbukaan data guna meningkatkan transparansi dan akuntabilitas program.

“Kita butuh transparansi. Dengan data yang terbuka dan partisipatif, publik bisa ikut mengawasi. Ini akan meningkatkan kepercayaan dan kualitas program secara keseluruhan,” pungkasnya.

Dr. Iswadi berharap, memasuki tahun kedua pemerintahan Prabowo, pemerintah berani melakukan evaluasi menyeluruh serta perbaikan sistemik terhadap pelaksanaan MBG. Ia juga menekankan pentingnya kolaborasi erat antara pemerintah pusat, daerah, sekolah, dan komunitas lokal.

“Program ini bisa menjadi warisan besar pemerintahan Prabowo jika dijalankan dengan benar. Tapi kalau dibiarkan seperti sekarang, dampaknya bisa kontra-produktif. Sudah waktunya untuk memperbaiki tata kelola secara serius,” tutupnya.

Tentang Program MBG

Program Makan Bergizi Gratis (MBG) merupakan salah satu program prioritas nasional di bawah pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Dikelola oleh Badan Gizi Nasional (BGN) melalui jaringan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG), program ini bertujuan menyediakan makanan bergizi bagi pelajar, ibu hamil, dan kelompok rentan di berbagai daerah di Indonesia. (*)

Penulis : Wahyu Widodo
Editor : Redaksi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *