
Bondowoso, Obor Rakyat – Ketimpangan dalam pembagian tanah bengkok di Kabupaten Bondowoso menjadi sorotan sejumlah pihak. Dari total 219 unit administrasi setingkat desa dan kelurahan yang tersebar di 23 kecamatan, ditemukan bahwa luas tanah bengkok yang dikelola oleh masing-masing desa sangat bervariasi—mulai dari puluhan hektare hingga kurang dari satu hektare.
Kepala Desa di salah satu wilayah Kecamatan Binakal mengungkapkan keprihatinannya atas kondisi tersebut. Ia menyatakan bahwa Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bondowoso seharusnya melakukan langkah konkret untuk pemerataan, baik berdasarkan jumlah penduduk maupun luas wilayah masing-masing desa.
“Jika tidak bisa merata, paling tidak disesuaikan dengan luasan wilayah atau jumlah penduduk desa,” ujarnya, Senin (13/10/2025).
Tanah Bengkok sebagai Aset Desa
Tanah bengkok merupakan aset milik desa yang dikelola oleh kepala desa dan perangkatnya. Meski dikelola oleh individu, tanah ini tidak bisa diperjualbelikan secara pribadi tanpa persetujuan masyarakat desa.
“Kepemilikan tetap atas nama desa. Tanah bengkok bukan warisan atau milik pribadi. Tidak bisa dijual atau diwariskan,” tegas salah satu pengamat kebijakan publik.
Lebih lanjut, ia menyatakan bahwa tanah bengkok memiliki dua fungsi utama: sebagai sumber kesejahteraan kepala desa dan perangkat desa, serta sebagai potensi pendapatan asli desa (PAD) bila dimanfaatkan dengan baik.
Solusi Ketimpangan: Musyawarah dan Kompensasi
Pembagian tanah bengkok yang tidak merata dinilai rawan memicu konflik internal antardesa. Oleh karena itu, pendekatan musyawarah desa dinilai menjadi solusi paling bijak dan sesuai dengan semangat demokrasi partisipatif di tingkat lokal.
“Jika pembagian tidak memungkinkan dilakukan secara adil karena keterbatasan lahan, desa bisa melakukan skema tukar jatah atau memberikan kompensasi lain, seperti tunjangan atau uang sewa dari pihak ketiga,” tambahnya.
Langkah musyawarah ini dinilai penting untuk menjaga harmoni sosial dan pemerataan manfaat antarperangkat desa, khususnya di daerah dengan keterbatasan lahan.
Instruksi Pemerintah: Sertifikasi dan Penertiban Aset Desa
Sejalan dengan upaya penertiban aset, pemerintah pusat melalui Kementerian Dalam Negeri dan ATR/BPN telah menginstruksikan agar seluruh tanah desa, termasuk tanah bengkok, disertifikatkan atas nama desa. Hal ini dilakukan untuk memastikan kejelasan status kepemilikan serta mencegah penyalahgunaan atau penguasaan ilegal oleh pihak tertentu.
“Semua tanah desa harus disertifikatkan atas nama desa agar jelas status hukum dan penggunaannya. Ini juga untuk mencegah konflik di kemudian hari,” pungkasnya.
Dengan pemerataan dan pengelolaan tanah bengkok yang adil, desa-desa di Bondowoso diharapkan dapat lebih mandiri secara ekonomi dan mampu meningkatkan kesejahteraan aparat desa. Pemerintah daerah pun diimbau lebih aktif dalam melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap aset desa, guna mendorong tata kelola yang transparan dan akuntabel. (*)
Penulis : Redaksi