
Simalungun, Obor Rakyat – Seorang pria bernama Bernaldo Jofenri Purba (33) resmi melaporkan pemilik akun Facebook bernama Ade Dzoo Punu Sllgn ke Polda Sumatera Utara, atas dugaan tindak pidana penghinaan dan/atau ujaran kebencian terhadap suku Simalungun.
Laporan tersebut disampaikan secara tertulis melalui kuasa hukum Bernaldo dari Kantor Hukum Candra Malau dan Rekan, tertanggal 16 Oktober 2025. Kasus ini bermula dari interaksi komentar dalam sebuah postingan di media sosial Facebook yang berujung pada munculnya pernyataan bernada kasar, bernuansa SARA, dan dianggap merendahkan martabat suku Simalungun.
Awal Mula Dugaan Penghinaan
Menurut penjelasan kuasa hukum pelapor, Candra Malau, peristiwa ini terjadi pada 26 September 2025 lalu, ketika kliennya berkomentar dalam sebuah postingan akun bernama Econ Dmk. Postingan tersebut menampilkan video singkat Wakil Bupati dan Kapolres Simalungun di lokasi yang disebut “Sihaporas”, dengan narasi: “Sihaporas terkini; Jumat (26/9), semua orang; pengikut; sorotan.”
Bernaldo kemudian memberi komentar: “Tidak ada tanah adat di Simalungun.” Komentar ini memicu reaksi dari sejumlah akun, salah satunya dari akun bernama Ade Dzoo Punu Sllgn, yang kemudian menuliskan komentar dengan kalimat bernada kasar, menghina, serta menyentuh identitas etnis.
Dalam tangkapan komentar yang dilampirkan dalam laporan, akun tersebut menggunakan kata-kata seperti “taik simalungun”, “attor te simalungun”, dan “pinahan ni china siallang te”, yang jika diterjemahkan oleh kuasa hukum, secara umum mengandung unsur penghinaan terhadap suku Simalungun, serta menyamakan kelompok tersebut dengan hal-hal yang bersifat merendahkan.
Merasa Tersinggung dan Dirugikan
“Klien kami merasa ucapan itu telah melukai martabatnya sebagai seorang putra dari suku Simalungun. Ini bukan hanya soal perbedaan pendapat, tapi sudah menyentuh harga diri dan eksistensi etnis,” ujar Candra Malau saat ditemui di Komplek Mapolda Sumut, Jumat (17/10/2025).
Lebih lanjut, Candra menjelaskan bahwa ujaran kebencian berbasis etnis berpotensi menimbulkan konflik sosial dan harus ditangani secara serius oleh aparat penegak hukum. Ia menegaskan bahwa laporan ini dibuat sebagai bentuk langkah hukum yang sah untuk melindungi identitas budaya dan martabat suku Simalungun.
Seruan untuk Etika di Media Sosial
Candra menambahkan bahwa pihaknya tidak anti terhadap perbedaan pendapat, namun menekankan pentingnya etika dalam menyampaikan opini, terutama di ruang digital yang dapat diakses oleh publik luas.
“Perbedaan pandangan adalah hal yang lumrah, tapi hendaknya disampaikan dengan cara yang santun dan tidak menyinggung unsur SARA. Jangan sampai media sosial jadi ajang menyebarkan kebencian,” tegasnya.
Proses Hukum Berlanjut
Hingga saat ini, laporan telah diterima oleh Polda Sumut dan pihak pelapor berharap agar kasus ini segera ditindaklanjuti sesuai hukum yang berlaku. Jika terbukti bersalah, pemilik akun bisa dijerat dengan pasal-pasal dalam UU ITE serta KUHP terkait ujaran kebencian dan penghinaan berbasis etnis. (*)
Penulis : S Hadi Purba
Editor : Redaksi