Kejagung Sambut Putusan MK soal Izin Penangkapan Jaksa: Dorong Profesionalisme dan Integritas

Jakarta, Obor Rakyat – Kejaksaan Agung (Kejagung) menyambut positif putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan bahwa penangkapan terhadap jaksa yang sedang menjalankan tugas hanya dapat dilakukan dengan izin Jaksa Agung, kecuali dalam hal tertangkap tangan (operasi tangkap tangan/OTT) atau kasus pidana berat seperti kejahatan dengan ancaman hukuman mati dan tindak pidana terhadap keamanan negara.
Gedung kantor Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI).

Jakarta, Obor Rakyat – Kejaksaan Agung (Kejagung) menyambut positif putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan bahwa penangkapan terhadap jaksa yang sedang menjalankan tugas hanya dapat dilakukan dengan izin Jaksa Agung, kecuali dalam hal tertangkap tangan (operasi tangkap tangan/OTT) atau kasus pidana berat seperti kejahatan dengan ancaman hukuman mati dan tindak pidana terhadap keamanan negara.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Anang Supriatna, menilai putusan tersebut sejalan dengan upaya institusi dalam mendorong jaksa untuk menjunjung tinggi profesionalitas dan integritas dalam menjalankan tugas.

“Jaksa tidak kebal hukum. Justru putusan ini bagus untuk memperkuat integritas dan kewaspadaan kita agar bekerja lebih profesional,” ujar Anang dalam keterangan pers di Jakarta, Jumat (17/10/2025).

Ia menegaskan bahwa Kejaksaan sejak lama berkomitmen menegakkan prinsip integritas tinggi dalam tubuh institusi, sehingga tidak mempermasalahkan penafsiran baru yang diberikan MK terhadap Pasal 8 ayat (5) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan.

“Kami sejak lama mendorong jaksa untuk profesional dan berintegritas, jadi tidak ada masalah dengan putusan ini,” tambahnya.

Baca Juga :  Jaksa Agung Lakukan Mutasi Besar, 73 Pejabat Kejaksaan Dimutasi Termasuk Sejumlah Kajati

MK Tegaskan Jaksa Tidak Kebal Hukum

Putusan MK ini merupakan hasil uji materi yang diajukan oleh aktivis Agus Setiawan dan advokat Sulaiman. Keduanya mempersoalkan pasal yang sebelumnya memberikan kekhususan penuh kepada jaksa, yakni seluruh tindakan hukum seperti pemanggilan, penggeledahan, penahanan, hingga penangkapan hanya bisa dilakukan atas izin Jaksa Agung.

MK dalam putusannya menyatakan bahwa perlakuan khusus tersebut perlu diberikan tafsir baru agar sejalan dengan prinsip equality before the law yang dijamin dalam konstitusi.

Hakim Konstitusi, Arsul Sani menekankan bahwa perlindungan terhadap aparat penegak hukum tetap penting, namun tidak boleh menimbulkan kesan impunitas atau ketimpangan hukum.

“Pengecualian tetap diperlukan secara wajar dan terukur, agar tidak menimbulkan ketimpangan antarpenegak hukum,” tegas Arsul.

Penafsiran Baru Pasal 8 Ayat (5) UU Kejaksaan

Melalui amar putusan tersebut, MK menyatakan Pasal 8 ayat (5) UU Kejaksaan bertentangan dengan UUD 1945 secara bersyarat (conditionally unconstitutional). Artinya, ketentuan tersebut tetap berlaku dengan syarat diberi penafsiran baru: izin Jaksa Agung tetap diperlukan, kecuali dalam hal:

  • Jaksa tertangkap tangan (OTT),
  • Diduga melakukan tindak pidana dengan ancaman hukuman mati,
  • Terlibat kejahatan terhadap keamanan negara,
  • Atau terlibat dalam tindak pidana khusus tertentu.

Putusan ini sekaligus menegaskan bahwa jaksa tetap memiliki kedudukan yang sama di hadapan hukum seperti aparat penegak hukum lainnya. (*)

Penulis : Wahyu Widodo
Editor : Redaksi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *