Mahasiswa Madina Pekanbaru Soroti Dugaan Pelanggaran Perusahaan Perkebunan di Pantai Barat Mandailing Natal

Pekanbaru, Obor Rakyat — Ikatan Mahasiswa Mandailing Natal (Ima Madina) Pekanbaru menyoroti dugaan maraknya pelanggaran hukum yang dilakukan sejumlah perusahaan perkebunan di wilayah Pantai Barat Kabupaten Mandailing Natal (Madina), Sumatera Utara, terutama di daerah Sinunukan, Batahan, Muara Batang Gadis, hingga Natal.
Ikatan Mahasiswa Mandailing Natal (Ima Madina) Pekanbaru.

Pekanbaru, Obor Rakyat — Ikatan Mahasiswa Mandailing Natal (Ima Madina) Pekanbaru menyoroti dugaan maraknya pelanggaran hukum yang dilakukan sejumlah perusahaan perkebunan di wilayah Pantai Barat Kabupaten Mandailing Natal (Madina), Sumatera Utara, terutama di daerah Sinunukan, Batahan, Muara Batang Gadis, hingga Natal.

Ketua Umum Ima Madina Pekanbaru, Gusti Pardamean Nasution, menilai bahwa pemerintah daerah, khususnya Bupati Mandailing Natal, telah gagal menegakkan aturan dan membiarkan perusahaan bertindak semena-mena tanpa pengawasan yang tegas.

“Banyak perusahaan beroperasi tanpa izin yang sah, tanpa Hak Guna Usaha (HGU), bahkan tanpa Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Fakta di lapangan menunjukkan ada pabrik yang sudah beroperasi penuh tanpa dasar hukum jelas, termasuk diduga pabrik milik PT Palmaris,” ungkap Gusti, Jumat (31/10/2025).

Dugaan Pelanggaran dan Lemahnya Pengawasan

Mahasiswa menilai pembiaran terhadap pelanggaran ini menunjukkan lemahnya fungsi pengawasan pemerintah daerah terhadap korporasi besar yang menikmati hasil bumi tanpa kepatuhan hukum.

Baca Juga :  Percobaan Pembakaran Kios Sekretaris LSM Karya di Pematangsiantar Diduga Terkait Penolakan Lapak Judi

Selain izin, Ima Madina juga menyoroti pelanggaran terhadap kewajiban penyediaan kebun plasma bagi masyarakat sekitar. Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 19 Tahun 2013, setiap perusahaan perkebunan wajib menyediakan plasma sebesar 20% dari luas HGU yang dimiliki.

Namun, hingga kini, banyak perusahaan seperti PT Gruti, PT Rendi, PT Palmaris, hingga PTPN IV diduga belum memenuhi kewajiban tersebut.

“Program plasma seharusnya menjadi sarana pemerataan ekonomi bagi masyarakat. Tetapi yang terjadi justru sebaliknya, masyarakat hanya menerima janji tanpa realisasi,” ujar Gusti.

CSR dan Lingkungan Tak Terurus

Mahasiswa juga menyoroti minimnya program tanggung jawab sosial (CSR) dari perusahaan perkebunan yang beroperasi di wilayah Pantai Barat Madina. Tidak ada transparansi maupun partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan CSR.

Lebih jauh, dugaan pembuangan limbah cair ke sungai oleh perusahaan perkebunan juga menjadi sorotan serius. Limbah tersebut diduga telah mencemari sumber air warga.

“Ketika sungai yang menjadi sumber kehidupan masyarakat diracuni limbah, itu bukan lagi kesalahan teknis — itu kejahatan ekologis,” tegas Aji Pangestu, Sekjen Ima Madina Pekanbaru.

Konflik Masyarakat dan Perusahaan Terus Memanas

Konflik antara masyarakat dan perusahaan pun terus meningkat. Salah satunya terjadi di wilayah Singkuang 1 terkait kasus PT Rendi, yang memicu pertentangan antara masyarakat dan koperasi (KSB dan SPI).

Mahasiswa menilai, konflik ini muncul akibat kebijakan pemerintah yang tidak tegas dalam mengatur dan mengawasi pelaksanaan plasma serta izin usaha perkebunan.

“Kami mahasiswa tidak akan diam melihat rakyat dizalimi dan lingkungan dirusak. Pemerintah harus berpihak kepada masyarakat, bukan menjadi perisai bagi korporasi,” tegas Aji Pangestu, putra asli Pantai Barat Madina.

Desakan untuk Pemerintah Daerah

Ima Madina Pekanbaru mendesak Bupati Mandailing Natal dan instansi terkait untuk segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap seluruh perusahaan perkebunan di Pantai Barat Madina. Mereka meminta adanya penegakan hukum tegas, audit izin usaha, serta transparansi terkait pengelolaan plasma dan program CSR. (*)

Penulis : S Hadi Purba
Editor : Redaksi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *