
Jakarta, Obor Rakyat – Layanan Mikrotrans yang berada di bawah naungan PT Transportasi Jakarta (Transjakarta) menjadi salah satu moda transportasi favorit warga ibu kota. Dengan ukuran kendaraan yang kecil, Mikrotrans mampu menjangkau jalan-jalan sempit di kawasan pemukiman yang tidak bisa dilalui bus besar.
Namun, di balik kemudahan dan aksesibilitasnya, terdapat sisi lain yang jarang disorot: penghasilan sopir Mikrotrans Jaklingko ternyata masih di bawah Upah Minimum Regional (UMR) DKI Jakarta tahun 2025.
Penghasilan Tak Capai UMR Jakarta 2025
Berdasarkan pengakuan sejumlah pengemudi, pendapatan mereka per hari berkisar antara Rp145.000 hingga Rp150.000. Dengan sistem kerja selama 28 hari per bulan, total gaji yang dibawa pulang berada di kisaran Rp4.060.000 hingga Rp4.200.000 per bulan.
Jumlah tersebut masih di bawah UMR DKI Jakarta 2025 yang ditetapkan sebesar Rp5.396.761.
Selain itu, sistem pembayaran dilakukan dua kali dalam sebulan, yakni setiap tanggal 15 dan akhir bulan. Sopir hanya mendapatkan dua hari libur selama satu bulan kerja.
“Target kami tinggi, bisa 100 sampai 200 kilometer per hari tergantung shift. Tapi kemacetan bikin susah tercapai,” ungkap salah satu sopir Mikrotrans di kawasan Jakarta Timur, Kamis (6/11/2025).
Potongan dan Kewajiban Seragam
Pendapatan yang sudah di bawah standar tersebut masih harus dipotong sejumlah kewajiban. Para sopir dikenakan potongan Rp12.900 per bulan untuk THR, serta biaya seragam kerja wajib yang mencapai Rp150.000 per potong.
Setiap hari, sopir Mikrotrans harus mengenakan seragam berbeda:
- Senin–Rabu: Kemeja biru telur asin
- Kamis: Batik
- Jumat: Kemeja koko
- Sabtu: Kaos biru
- Minggu: Kaos merah
Selain itu, setiap tiga tahun sekali mereka diwajibkan memperpanjang sertifikat diklat dengan biaya Rp300.000, yang juga dipotong dari tunjangan hari raya.
Tentang Jaklingko
Program JakLingko pertama kali diluncurkan pada 15 Juli 2020 oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Menteri BUMN Erick Thohir, dan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi.
Nama “JakLingko” berasal dari kata “Jak” (Jakarta) dan “Lingko” (jejaring atau integrasi). Sistem ini mengintegrasikan berbagai moda transportasi seperti Transjakarta, Mikrotrans, MRT Jakarta, dan LRT Jakarta.
Untuk layanan Mikrotrans, warga Jakarta bisa menikmati perjalanan dengan tarif Rp0, namun tetap wajib menempelkan kartu uang elektronik (KUE) saat naik.
Tantangan Ekonomi Sopir Mikrotrans
Meski berperan penting dalam mendukung mobilitas warga, kesejahteraan sopir Mikrotrans masih menjadi pekerjaan rumah bagi pengelola transportasi publik Jakarta. Dengan pendapatan yang belum sesuai UMR dan berbagai potongan wajib, para sopir berharap ada tinjauan ulang terhadap sistem pengupahan dan beban kerja mereka.
“Kami hanya ingin pendapatan yang layak. Kami kerja dari pagi sampai malam, tapi gaji masih jauh dari UMR,” kata seorang pengemudi lainnya.
Ke depan, diharapkan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta dan PT Transjakarta dapat meningkatkan kesejahteraan sopir Mikrotrans, agar layanan publik yang mereka berikan tetap berjalan optimal tanpa mengorbankan hak pekerja. (*)
Penulis : Achmad Sugiyanto
Editor : Redaksi