
Pematangsiantar, Obor Rakyat – Dugaan aksi perampasan kendaraan bermotor oleh pihak yang mengaku sebagai debt collector dari PT Mitra Panca Nusantara (MPN) memicu kemarahan publik. Seorang warga Pematangsiantar bernama Waka menjadi korban setelah mobil pribadinya dirampas secara paksa di jalan tanpa dasar hukum yang sah.
Peristiwa tersebut terjadi saat Waka melintas dari Karang Anyar menuju Simpang Dua, ketika tiba-tiba ia dihadang oleh tujuh orang menggunakan dua unit mobil. Para pelaku kemudian memaksa korban menyerahkan kunci mobil dengan dalih penunggakan angsuran selama 24 bulan.
“Mereka bilang hanya mau klarifikasi di kantor. Tapi setelah saya disuruh tanda tangan berita acara, mobil saya sudah tidak ada. Barang-barang pribadi saya pun dikeluarkan tanpa izin,” ungkap Waka, Sabtu (8/11/2025).
Kecaman Keras dari BARA HATI
Menanggapi insiden tersebut, Ketua Umum Barisan Rakyat Hancurkan Tindakan Ilegal (BARA HATI), Zulfikar Efendi, mengecam keras tindakan tersebut. Ia menilai aksi penarikan kendaraan di jalan raya tanpa putusan pengadilan merupakan pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.
“Sesuai Pasal 29 ayat (1) UU Fidusia, penarikan kendaraan hanya dapat dilakukan melalui putusan pengadilan atau kesepakatan damai. Tindakan menarik kendaraan di jalan adalah pelanggaran hukum dan tergolong perampasan,” tegas Zulfikar.
Zulfikar menambahkan, praktik debt collector yang disertai intimidasi dan kekerasan dapat dijerat Pasal 368 KUHP tentang pemerasan dan Pasal 365 KUHP tentang pencurian dengan kekerasan.
Ia menyebut tindakan tersebut sudah tergolong “begal berkedok penagihan.”
“Ini bukan penagihan, ini begal. Aparat kepolisian harus tegas, jangan ragu menindak bahkan menembak di tempat jika menemukan aksi serupa,” ujar Zulfikar lantang.
Ultimatum BARA HATI untuk PT Mitra Panca Nusantara
Sementara itu, Sekretaris Jenderal (Sekjen) BARA HATI, Hunter D. Samosir, memberikan ultimatum 2 x 24 jam kepada PT Mitra Panca Nusantara untuk mengembalikan mobil korban dengan Nomor Polisi B 2541 SFB dalam kondisi utuh.
Apabila tidak dipenuhi, pihaknya akan melaporkan kasus ini ke Kepolisian Daerah (Polda) Sumatera Utara dengan tuduhan pelanggaran UU Fidusia dan perampasan kendaraan bermotor.
“Kami beri waktu dua hari. Jika mobil tidak dikembalikan, laporan resmi akan kami layangkan ke Polda Sumut. Polisi juga harus memeriksa legalitas surat tugas para pelaku,” tegas Hunter.
Landasan Hukum: Putusan MK dan UU Fidusia
Sebagai dasar hukum, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019 menegaskan bahwa perusahaan pembiayaan tidak berhak menarik kendaraan secara sepihak tanpa melalui pengadilan.
Tindakan semacam itu dikategorikan sebagai pelanggaran hukum dan dapat berimplikasi pidana.
Pasal 29 ayat (1) huruf e UU Fidusia juga menyebutkan bahwa eksekusi objek fidusia harus menghormati hak-hak debitur dan tidak boleh dilakukan secara paksa di jalan raya.
Desakan untuk Penegakan Hukum Tegas
Zulfikar menilai kasus ini mencerminkan lemahnya pengawasan terhadap praktik penarikan kendaraan oleh perusahaan pembiayaan. Ia mendesak aparat hukum agar tidak memberi ruang bagi pihak-pihak yang menyalahgunakan wewenang atas nama penagihan.
“Negara tidak boleh kalah dengan mafia jalanan berseragam debt collector. Kapolda Sumut dan Kapolres Pematangsiantar harus bertindak tegas. Jangan biarkan hukum dipermainkan,” ujar Zulfikar.
BARA HATI Siap Kawal Kasus Hingga Tuntas
BARA HATI memastikan akan terus mengawal kasus ini secara hukum dan memberikan pendampingan penuh kepada korban.
“Kami berdiri bersama rakyat yang tertindas. Tidak ada tempat bagi tindakan ilegal di negeri ini. Semua harus tunduk pada konstitusi, bukan pada kekuasaan modal,” tutup Zulfikar Efendi tegas. (*)
Penulis : S Hadi Purba
Editor : Redaksi