Buntut Jual Seragam Sekolah, Kepala SMA Negeri 1 Kedungwaru Dicopot

Ilustrasi

Surabaya, Obor Rakyat – Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur, resmi mencopot Pelaksana Tugas (Plt) Kepala SMAN 1 Kedungwaru, Tulungagung, Norhadin, menyusul polemik harga seragam sekolah Rp 2,3 juta yang dikeluhkan wali murid.

Kepala Disdik Jatim, Aries Agung Paewai, mengatakan, bahwa Norhadin dinonaktifkan setelah pihaknya menerjunkan tim untuk mendalami permasalahan tersebut.

“Dari hasil tersebut, ada identifikasi kesalahan SOP yang tidak dipatuhi sekolah. Alhasil, jabatan Plt Kepala SMAN 1 Kedungwaru Tulungagung, Norhadin resmi dinonaktifkan sementara,” kata Aries, melalui keterangannya, Kamis (28/7/2023).

Agar kasus serupa tidak terjadi kembali, Disdik Jatim akan melakukan monitoring dan evaluasi terhadap tingkat kepatuhan masing-masing satuan pendidikan.

Disdik juga menginstruksikan satuan pendidikan SMA, SMK, dan SLB Negeri tidak mewajibkan pembelian seragam sekolah yang ditentukan oleh sekolah.

“Setiap satuan pendidikan dilarang mewajibkan orang tua atau wali murid untuk membeli seragam dari koperasi sekolah. Jadi tidak boleh ada paksaan pembelian seragam melalui koperasi,” tegas dia.

Aries juga berpesan, jika ada wali murid yang merasa keberatan terhadap penawaran kain seragam yang dijual koperasi sekolah, maka orang tua berhak menolak dan tidak membeli.

“Kami membuat surat edaran mempertegas kembali kepada sekolah-sekolah terkait pengadaan pakaian seragam yang tidak menjadi ranah sekolah. Sekolah tidak boleh memberatkan wali murid. Koperasi sekolah bukan sumber utama pengadaan pakaian seragam sekolah,” sebutnya.

Dalam surat edaran yang dikatakan Aries, wali murid bisa bebas untuk mendapatkan seragam sekolah bagi putra-putrinya dari pihak mana pun.

Menurutnya, kebebasan mendapatkan seragam ini berpedoman pada ketentuan dalam Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2022 tentang Pakaian Seragam Sekolah Bagi Peserta Didik jenjang Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah.

Sekolah juga wajib memberikan toleransi dalam jangka waktu tertentu kepada peserta didik yang tidak mampu, untuk menggunakan seragam sekolah sebelumnya dalam mengikuti proses pembelajaran.

“Jadi kalau untuk pakaian khas sekolah, agar lembaga mempertimbangkan harga yang tidak memberatkan orang tua peserta didik atau bisa disiapkan sendiri oleh orang tua atau peserta didik sesuai yang telah ditetapkan,” ucapnya.

Bila ditemukan persoalan yang sama di kemudian hari, Aries mengaku ia tidak segan-segan memberikan sanksi kepada pimpinan lembaga, atau dalam hal ini Kepala SMA, SMK dan SLB.

“Jika ada SMA , SMK dan SLB ditemukan adanya hal serupa laporkan kesini, kami tidak segan-segan memberikan sanksi kepada pimpinannya,” tandasnya.

Sebelumnya, harga seragam di sejumlah sekolah menengah atas (SMA) di Tulungagung, Jawa Timur, menjadi sorotan karena dianggap terlalu mahal.

Ramainya Seragam Mahal SMA di Tulungagung, Disdik Jatim Turun Tangan
Dikutip dari detikJatim, NE, salah satu wali murid mengungkapkan total biaya yang harus ia keluarkan untuk membeli paket seragam sekolah yaitu sebesar Rp2.360.000.

Rinciannya, siswa mendapatkan 1 stel seragam putih abu-abu (Rp359.400), 1 stel seragam Pramuka (Rp315.850), 1 stel seragam batik (Rp383.200), dan 1 stel seragam khas (Rp440.550).

Lalu, 1 jas almamater (Rp185.000), 1 kaos olahraga (Rp130.000), 1 ikat pinggang (36.000), 1 tas (Rp210.000), 1 paket atribut (Rp140.000), dan 1 jilbab (Rp160.000).

NE yang merupakan wali murid siswa baru kelas X di SMAN 1 Kedungwaru mengeluhkan bahwa seragam yang dia dapatkan itu masih berupa kain yang perlu dijahit supaya menjadi seragam. Yakni kain abu-abu putih, pramuka, batik, dan seragam khas sekolah.

“Untuk seragam itu masih dalam bentuk kain lho, kalau yang sudah jadi cuma seragam olahraga. Jadi kami harus ada biaya tambahan lagi untuk menjahitkan,” ujarnya.(yg)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *