
Banyuwangi, Obor Rakyat – Peringatan keras diutarakan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI, Nurul Ghufron saat berbicara ke hadapan para kepala daerah dan pimpinan DPRD wilayah Sekar Kijang, Kamis, (23/11/ 2023).
Dia mengatakan bahwa aspek mentalitas menjadi faktor paling mendasar yang mendorong terjadinya penyimpangan anggaran dan penyalahgunaan kekuasaan.
“Korupsi karena tidak tahu diri. Semestinya melayani rakyat, tapi justru ngambil haknya rakyat. Kalau Bupati, Walikota, dan DPRD sudah tidak tahu diri, maka akan seenaknya melakukan apa saja,” serunya.
Menurut Ghufron, jati diri kepala daerah maupun anggota Dewan sama-sama mendapat posisi terhormat dengan konsekuensi menjalankan tugas mewakili negara untuk melayani kepentingan rakyat. Kehormatan akan jatuh jika sampai berbuat korupsi.
Baca juga: Ini Kronologi OTT KPK di Kabupaten Bondowoso
“Yang semula dihormati, tapi sekarang diborgol karena korupsi. Jangan salahkan aparat penegak hukum, karena Sampean sendiri yang merendahkan kehormatan,” tegasnya dengan suara lantang.
Ghufron berbicara demikian untuk mengawali acara rapat koordinasi tentang monitoring center for prevention (MCP) atau pencegahan korupsi oleh KPK yang berlangsung di pendapa Saba Swagata, Banyuwangi.
Tampak seluruh kepala daerah berikut ketua dan wakil ketua DPRD Kabupaten Banyuwangi, Situbondo, Bondowoso, Jember, Lumajang, Probolinggo, serta Kota Probolinggo. Mereka disertai Sekretaris Daerah (Sekda) masing-masing.
Ghufron juga sempat menyegarkan ingatan pada peristiwa operasi tangkap tangan (OTT) yang baru saja terjadi di Kabupaten Bondowoso.
Tim penyidik KPK mendapatkan bukti gamblang praktek suap menyuap di Kabupaten tersebut, yakni penerimaan suap Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Bondowoso Puji Triasmoro bersama Kasi Pidsus Alexander Kristian Diliyanto Silaen dari pemegang kendali CV Wijaya Gemilang Yossi S Setiawan dan Andhika Imam Wijaya berupa uang pelicin senilai total Rp475 juta.
“Kita harapkan jangan sampai ada lagi seperti di Bondowoso, Probolinggo, Nganjuk dan lain-lain,” ungkap mantan Dekan Fakultas Hukum Universitas Jember itu.
Tak hanya itu, ia juga menegaskan , MCP sebatas aplikasi untuk mendeteksi potensi penyimpangan anggaran dalam upaya mencegah kebijakan yang koruptif. Berikutnya, tergantung Kepala Daerah dan DPRD mau menjalankannya atau tidak.
“MCP hanya administratif. Ibarat mobil, kita bareng-bareng siapkan onderdil yang bagus. Tapi, sebagus apapun mobilnya kalau sopirnya ugal-ugalan, tetap saja terjadi kecelakaan,” pungkas Gufron dengan ulasan ilustrasi. (kas)