
Bondowoso, Obor Rakyat – Menjelang revalidasi Ijen Geopark sebagai bagian dari Unesco Global Geopark (UGG) 2026, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bondowoso terus melakukan berbagai persiapan teknis. Namun, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Bondowoso menilai masih ada persoalan mendasar yang belum tersentuh secara serius, yaitu keberdayaan masyarakat sekitar kawasan geopark.
Wakil Ketua DPRD Bondowoso, Sinung Sudrajat, menegaskan bahwa semangat utama Geopark Ijen bukan semata pengakuan internasional, melainkan dampak nyata terhadap ekonomi dan kesejahteraan warga.
“Seberapa besar masyarakat dilibatkan? Apakah mereka benar-benar merasakan manfaat ekonomi? Ini yang belum terlihat,” kata Sinung usai rapat kerja bersama Dinas Pariwisata, Kebudayaan, Pemuda dan Olahraga (Disparbudpora) dan Pengurus Harian Ijen Geopark (PHIG), Senin (14/7/2025).
Selain pemberdayaan masyarakat, DPRD juga menyoroti infrastruktur di kawasan Geopark yang dianggap belum memadai. Beberapa ruas jalan utama seperti di Ijen, Sumber Wringin, Sukosari, hingga Tlogosari dilaporkan dalam kondisi rusak dan belum tersentuh perbaikan signifikan.
“Kalau memang serius ingin lolos revalidasi, ya jangan tanggung-tanggung. Harus ada alokasi anggaran yang jelas untuk infrastruktur,” tegas Sinung.
Pemkab Bondowoso sebelumnya telah menjalin kerja sama dengan pihak swasta, salah satunya Medco. Namun, kerja sama tersebut dinilai masih sebatas dokumen tanpa realisasi konkret.
“Kita sudah punya MoU, tapi implementasinya masih lambat. Pemerintah harus berani mendorong eksekusi, bukan hanya wacana,” tambahnya.
Sinung mengingatkan, revalidasi Ijen Geopark tidak hanya berkutat pada penyusunan laporan dan dokumen administratif, tetapi juga menuntut perubahan nyata di lapangan yang bisa dirasakan langsung oleh masyarakat.
“Ini bukan soal predikat semata, tapi soal perubahan yang dirasakan masyarakat secara langsung,” ujarnya.
Kendati demikian, DPRD tetap mengapresiasi sejumlah kesiapan teknis yang sudah dilakukan oleh PHIG. Bahkan, menurut Sinung, Bondowoso saat ini dinilai sedikit lebih siap dibanding Banyuwangi yang juga mengelola kawasan Geopark Ijen.
Namun, ia menegaskan bahwa kesiapan dokumen dan teknis saja tidak cukup jika akar masalah tidak dibenahi, mulai dari pemberdayaan masyarakat hingga transparansi anggaran.
Sinung mengingatkan bahwa waktu yang tersisa sebelum penilaian awal oleh Unesco tinggal enam bulan. Jika tidak ada percepatan, peluang mempertahankan status UGG dinilai bisa terancam.
“Pemkab Bondowoso harus menjadikan revalidasi ini bukan sekadar mengejar pengakuan Unesco, tapi juga sebagai langkah evaluasi menyeluruh atas manfaat nyata Ijen Geopark bagi masyarakat,” pungkasnya. (*)