Sengketa Tanah di Silo Jember Buntu, Kades Harjomulyo Sarankan Tempuh Jalur Hukum

Jember, Obor Rakyat — Kasus sengketa tanah di Dusun Sumber Lanas, Desa Harjomulyo, Kecamatan Silo, Kabupaten Jember yang melibatkan Sumaini dan Munawaroh belum menemukan titik terang sejak bergulir pada 2019 silam. Mediasi yang sudah berulang kali dilakukan di tingkat desa hingga kecamatan tak juga membuahkan hasil, bahkan berujung saling lapor ke pihak berwenang.
Kades Harjomulyo, Kartono saat diwawancarai oleh Obor Rakyat.

Jember, Obor Rakyat — Kasus sengketa tanah di Dusun Sumber Lanas, Desa Harjomulyo, Kecamatan Silo, Kabupaten Jember yang melibatkan Sumaini dan Munawaroh belum menemukan titik terang sejak bergulir pada 2019 silam. Mediasi yang sudah berulang kali dilakukan di tingkat desa hingga kecamatan tak juga membuahkan hasil, bahkan berujung saling lapor ke pihak berwenang.

Kepala Desa (Kades) Harjomulyo, Kartono, mengungkapkan bahwa pihaknya sudah berupaya maksimal memfasilitasi mediasi antara kedua belah pihak, namun jalan keluar tak kunjung ditemukan.

“Sudah kami mediasi beberapa kali, namun tetap tidak ada titik temu. Bahkan saya sendiri sempat digugat setelah memberikan keterangan bahwa tanah itu milik Munawaroh,” ujar Kartono kepada media, Rabu (16/7/2025).

Menurut Kartono, sebelumnya kedua pihak pernah dipertemukan. Saat itu Sumaini mengakui telah menandatangani perjanjian jual-beli lahan tersebut. Namun, persoalan makin rumit ketika salah satu Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) ikut mendampingi Sumaini dan meminta akta jual-beli dicabut.

“Saya tegaskan, itu bukan wewenang saya. Karena kewenangan mencabut akta itu ada di lembaga berwenang,” katanya.

Melihat kebuntuan ini, Kartono menyarankan agar kedua belah pihak menempuh jalur hukum untuk penyelesaian akhir. “Sebagai kepala desa, saya siap jika sewaktu-waktu dipanggil untuk memberikan keterangan di pengadilan,” tambahnya.

Baca Juga :  Kejagung dan Dewan Pers Jalin MoU, Pers Jadi Mitra Pengawasan Kinerja Jaksa

Sementara itu, Munawaroh, pihak kedua, menjelaskan bahwa proses transaksi jual-beli bermula pada 2017. Ia menyebut telah membayar hingga total Rp 115 juta, termasuk biaya pembangunan rumah di lahan milik Sumaini. Pembayaran itu dilakukan secara bertahap, disertai dengan perjanjian jual-beli yang disaksikan perangkat desa dan camat.

“Saat itu saya bersama Sumaini sudah dipanggil oleh camat untuk dibuatkan akta jual-beli, dan Sumaini mengakui di hadapan semua pihak bahwa memang ada transaksi jual-beli,” jelas Munawaroh.

Namun, Munawaroh mengaku hingga saat ini Sumaini masih tetap menempati rumah tersebut dan belum bersedia meninggalkannya. Parahnya lagi, bangunan yang telah dibiayai Munawaroh kabarnya sudah dijual oleh keluarga Sumaini kepada pihak lain.

Berbeda dengan Munawaroh, Sumaini saat dikonfirmasi memberikan pernyataan yang bertolak belakang. Ia mengaku total uang yang diterima dari Munawaroh hanya sekitar Rp 25 juta, dengan sistem cicilan kecil-kecilan.

“Saya terima hanya sekitar Rp 25 juta, itupun dicicil Rp 200 ribu, Rp 300 ribu selama setahun,” ujar Sumaini.

Atas perbedaan keterangan ini, pihak desa menyatakan sudah tidak sanggup lagi memediasi dan menyerahkan sepenuhnya kepada kedua belah pihak jika ingin menyelesaikan lewat jalur hukum.

Sengketa tanah seperti ini kerap terjadi di wilayah pedesaan. Pengamat hukum pertanahan mengingatkan pentingnya kejelasan dokumen dan proses hukum yang sah agar tidak terjadi konflik berkepanjangan seperti yang terjadi di Harjomulyo, Silo, Jember ini. (*)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *