
Jember, Obor Rakyat – Puluhan orang santri menggeruduk kantor perusahaan pembiayaan PT TAF (Toyota Astra Financial Services) di Kabupaten Jember, Kamis (6/7/2023).
Mereka mempersoalkan pengambilan mobil seorang Kyai oleh penagih utang perusahaan tersebut.
Massa menilai TAF telah bertindak sewenang-wenang terhadap Muhammad Salim Syam, Kyai dari Desa Patemon, Kecamatan Tanggul.
Salim mencicil mobil Avanza pembiayaan dari PT TAF sejak 2017 dan belakangan menunggak selama dua bulan 24 hari.
Salim terpaksa menunggak karena kondisi bisnisnya sedang surut dan belum pulih akibat hantaman pandemi Covid-19. Problem ini sudah diceritakan kepada seseorang yang mengaku dari TAF yang datang menemuinya.
“Kyai Salim berhitung punya utang sebesar Rp 40 juta dan siap membayarnya bertahap, namun pada waktu itu beliau mau membayar tunggakan satu bulan, tidak diperbolehkan dan dijanjikan relaksasi (berupa) pengurangan nominal asal datang ke sini (kantor PT TAF Jember),” ujar Rully Effendi, pendamping Kyai Salim.
Tidak Curiga, Kyai pun setuju dan datang ke kantor yang beralamat di Jalan Gajah Mada Jember. Di sana dia ditemui petugas perusahaan untuk mengurus berkas-berkas administratif dan kemudian diminta menyerahkan kunci mobilnya dengan alasan untuk cek fisik sebagai bagian dari syarat relaksasi.
“Beliau kemudian pulang dengan naik taksi,” kata Rully.
Ternyata, dalam proses administrasi di kantor TAF tersebut, ada berkas yang diselipkan soal proses penyerahan mobil yang dibeli Salim. Belakangan Salim baru tahu bahwa mobilnya akan dilelang karena telat membayar angsuran kredit.
Menurutnya, sejak awal Salim tidak punya prasangka buruk apapun. Tidak ada kalimat yang mengarah pada penjabelan atau pengambilan kendaraan secara paksa dalam pertemuan tersebut. Apalagi Salim sendiri siap membayar utangnya.
“Sementara itu utang Kyai yang awalnya hanya Rp 40 juta ternyata membengkak menjadi Rp 108 juta. Setelah ada pembicaraan, tunggakan turun menjadi Rp 94 juta. Di dalam nominal Rp 94 juta tersebut, ada Rp 22 juta yang merupakan biaya penjabelan,” jelasnya.
Ini yang membuat Kyai Salim berang. Beliaunya hanya bersedia membayar Rp 72 juta dan menolak item biaya penjabelan sebesar Rp 22 juta.
“Beliau tidak pernah dijabel. Hanya ada satu orang mengaku dari TAF yang datang. Eksekusi dan transaksi terjadi di kantor TAF. Artinya ini bukan penjabelan,” sebutnya.
Rully menyatakan, pihaknya siap membayar Rp 72 juta hari ini juga. Santri-santri siap patungan.
“Uang Rp 72 juta itu terdiri atas angsuran pokok sebesar Rp 64 juta dan bunga Rp 8 juta,” ungkap Rully.
Kyai Salim sudah mengajukan mediasi di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen. Mediasi sudah dilaksanakan empat kali. Namun semua mentok.
“Ini klimaks dari usaha kami. Tiga kali mediasi yang dilakukan di Markas Kepolisian Resor Jember juga nihil,” tandasnya.
Pantauan di lokasi, massa pun mengancam akan menduduki depan kantor PT TAF. Beberapa saat setelah aksi unjuk rasa berlangsung, Kepala Otoritas Jasa Keuangan Jember, Hardi Rofiq Nasution datang, Mediasi pun berlangsung.
Rully Effendi bersikukuh, pihaknya menolak untuk membayar biaya penjabelan Rp 22 juta. Tapi dia akan tetap membayar tanggungan Kyai Salim yang sesungguhnya.

Sementara itu, Johan, perwakilan PT TAF, mengatakan, sesuai perjanjian, apabila terjadi wanprestasi, maka debitur wajib mengembalikan kendaraan dan melakukan pembayaran semua nominal terutang.
“Pada waktu keterlambatan awal sudah ada upaya untuk mengingatkan debitur. Setelah beberapa lama dan internal merasa upaya yang dilakukan sudah maksimal namun tidak menemui titik temu dengan debitur, maka kami memberikan kuasa kepada pihak ketiga (penagih utang-red),” tuturnya.
Johan mengakui adanya biaya Rp 22 juta tersebut. Namun PT TAF siap mengurangi biaya itu menjadi Rp 11 juta. Dengan demikian utang yang harus ditanggung Kyai Muhammad Salim adalah Rp 83 juta. Manajemen PT TAF menolak untuk menghapuskan sama sekali biaya penjabelan itu.
Mediasi sempat memanas, karena Kyai itu menolak sama sekali membayar biaya jabel karena bukan tanggungjawabnya. Kemudian, Hardi Rofiq Nasution meminta agar ada jalan tengah.
Di tengah mediasi tersebut, massa di depan kantor TAF mulai berteriak-teriak tak sabar. Mereka meminta agar mediasi diakhiri dan kantor tersebut diduduki. Akhirnya dengan disaksikan Hardi Rofiq Nasution dan Kepala Sub Bagian Kerja Sama Kepolisian Resor Jember Ajun Komisaris Mahrobi Hasan, kedua belah pihak bersepakat nominal uang yang harus dibayarkan Salim sebesar Rp 75 juta.
Kesepakatan ini dituangkan dalam surat yang ditandatangani Salim dan I Putu Santika Putra, sebagai perwakilan PT TAF. Massa pun akhirnya membubarkan diri sembari berteriak memuji OJK dan kepolisian.(ev)