
Jakarta , Obor Rakyat – Ketua Umum Perkumpulan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perppadi), Sutarto Alimoeso, menyampaikan bahwa kematian dari pabrik penggilingan padi tradisional salah satunya disebabkan oleh adanya persaingan dengan pabrik penggilingan besar. Maka tidak heran sudah banyak pabrik penggilingan padi tradisional yang tumbang.
“Persaingan itu kan yang menang pasti yang punya modal besar, jadi sebenarnya itu. Nah sekarang, beberapa ini terjadi.. ditambah lagi kalau ada gangguan pada produksi. Jadi kalau produksinya kurang ya pasti akan menambah jumlah yang akan mati (penggilingan padi),” kata Sutarto kepada sejumlah wartawan, Jumat (18/8/2023).
Dia juga menyebut, begitu ada investasi penggilingan besar yang masuk ke suatu daerah, hal itu akan berdampak langsung kepada matinya penggilingan-penggilingan kecil yang ada di daerah itu.
“Berdasarkan laporan teman-teman, begitu di sana ada investasi penggilingan padi besar, itu terus dampak langsungnya ya penggilingan padi kecil yang mati suri atau bahkan mati,” ujarnya.
Tetapi intinya, lanjut Sutarto, di daerah-daerah sentra produksi padi dapat dipastikan sudah kelebihan kapasitas produksi penggilingan, hal ini yang menyebabkan terjadinya persaingan diantara para penggilingan padi.
Namun demikian, Sutarto tak bisa merinci ada berapa banyak penggilingan padi yang mati di setiap daerah, sebab masing-masing daerah berbeda, tergantung bagaimana persaingan diantara yang besar dengan yang kecil.
“Nah berapa besarnya itu tidak sama, masing-masing daerah itu tidak sama, tergantung bagaimana persaingan diantara yang besar dengan yang kecil. Kalau disitu tumbuh investasi baru, penggilingan padi yang besar, pasti akan berpengaruh terhadap yang kecil,” katanya.
Menurutnya, dengan jumlah penggilingan yang sudah berlebih, ditambah produksi padi yang mengalami penurunan, hal ini menyebabkan banyak penggilingan padi tradisional yang kalah bersaing dengan penggilingan besar.
“Kalau ditanya berapa? masing-masing daerah berbeda, misalnya kalau kita bicara di Jawa Tengah itu antara Boyolali, Klaten, Sragen itu beda-beda kasusnya di lapangan,” sebutnya.
Sutarto mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah pabrik penggilingan padi yang beroperasi dari tahun 2012 ke 2020 terlihat perbedaan yang sangat jelas. Jika pada tahun 2012 ada 180 ribu lebih pabrik yang beroperasi, pada tahun 2020 pabrik penggilingan padi yang beroperasi tinggal 169 ribu
“Itu saja kan sudah menunjukkan bahwa pasti ada yang mati, meskipun yang mati bukan hanya yang kecil, termasuk yang besar pun ada yang mati,” pungkasnya. (bm)