PLTU ‘Lenyap’ 2058, PLTP Bakal Jadi Tulang Punggung Pasokan Listrik

Pemerintah terus mendorong pengembangan pembangkit listrik berbasis energi baru terbarukan, terutama panas bumi, untuk menggantikan peran pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara sebagai backbone kelistrikan nasional.
pembangkit listrik tenaga panas bumi Sarulla, Sumatera Selatan (photo istimewa)

Jakarta, Obor Rakyat – Pemerintah terus mendorong pengembangan pembangkit listrik berbasis energi baru terbarukan, terutama panas bumi, untuk menggantikan peran pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara sebagai backbone kelistrikan nasional.

Direktur Panas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Harris Yahya, mengatakan bahwa pada dasarnya pembangkit listrik panas bumi (PLTP) lebih dapat diandalkan daripada PLTU.

“Panas bumi itu sebenarnya lebih reliable dari batu bara karena kalau panas bumi itu, satu, dia bisa beroperasi terus menerus, hampir setahun 95 persen dan dengan kestabilan power,” ujar Harris, Kamis (21/9/2023).

Sementara produktivitas PLTU, lanjut Harris, tidak dapat dimaksimalkan hingga 95 persen dalam setahun.

Menurutnya, produktivitas PLTU hanya mencapai 75-85 persen saja dalam 1 tahun.

“Jadi tentu kalau kita lihat produktivitas megawattnya, geotermal itu jauh lebih tinggi memang,” katanya.

Baca juga: Medco Energi (MEDC) Bakal Ekspor Listrik 600 MW ke Singapura

Selain panas bumi, pemerintah juga terus mengembangkan berbagai jenis sumber energi baru terbarukan (EBT) lainnya, seperti energi surya, angin, dan air untuk menggantikan batu bara.

“Nanti kalau itu belum cukup juga, ada nuklir untuk mengisi kekosongan itu,” imbuhnya .

Sebelumnya, Menteri ESDM Arifin Tasrif menyampaikan, pemerintah akan membangun sekitar 700 gigawatt pembangkit listrik EBT untuk memenuhi kebutuhan listrik di Indonesia yang diperkirakan mencapai 1.942 terrawatt hour (TWh) pada tahun 2060.

Selain itu, untuk mencapai target transisi energi, pemerintah akan meningkatkan secara masif PLTS pada 2030 dan dilanjut PLTB 2037. Kemudian, memaksimalkan pengembangan panas bumi hingga 22 gigawatt (GW), komersialisasi nuklir pada 2039, dan peningkatan hingga 31 GW di tahun 2060, serta pengembangan pump storage di tahun 2025 dan battery energy storage system (BESS) di tahun 2034. Pemerintah secara bertahap melakukan dekarbonisasi di sektor ketenagalistrikan, antara lain dengan pengembangan pembangkit listrik energi terbarukan sebesar 20,9 GW hingga tahun 2030 dan penghentian dini PLTU.

Di samping itu, adapula konversi pembangkit listrik tenaga diesel ke gas di 47 lokasi dengan kapasitas total 3.217 MW, program pembakaran biomassa yang dilaksanakan di 113 PLTU eksisting dengan total kapasitas 19 GW, hingga penyediaan dana untuk pengeboran di 20 wilayah kerja panas bumi dengan potensi 683 MW guna mengurangi risiko tinggi di sektor panas bumi.

“Setelah tahun 2030, diharapkan PLTU batu bara tidak akan dikembangkan lagi. Lalu, tambahan pembangkit setelah tahun 2030 hanya dari energi terbarukan. PLTU batu bara terakhir akan berakhir pada tahun 2058,” jelas Arifin, dikutip dari siaran pers. (bm)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *